Xiaomi

Harga Bekas Xiaomi YU7 Lebih Mahal dari Baru

Harga Bekas Xiaomi YU7 Lebih Mahal dari Baru
Harga Bekas Xiaomi YU7 Lebih Mahal dari Baru

JAKARTA - Kondisi unik terjadi di pasar mobil bekas Tiongkok, di mana Xiaomi YU7, mobil listrik terbaru yang baru diluncurkan pada awal Juli, justru dijual lebih mahal dalam kondisi bekas dibandingkan unit barunya. Situasi ini memicu diskusi di kalangan pelaku industri otomotif dan konsumen, menyusul lonjakan permintaan yang belum dapat dipenuhi oleh kapasitas produksi Xiaomi.

Menurut laporan media keuangan East Money, Xiaomi YU7 kini membanjiri pasar mobil bekas China hanya beberapa minggu setelah peluncurannya. Data dari platform otomotif Dongchedi menunjukkan bahwa lebih dari 80 unit YU7 telah kembali ditawarkan ke pasar, dengan banderol harga yang mencengangkan—berkisar antara 350.000 hingga 390.000 yuan atau sekitar Rp795 juta sampai Rp886 juta.

Bandingkan dengan harga resmi dari pabrikan:

YU7 Standard dibanderol 253.500 yuan (sekitar Rp576 juta),

YU7 Pro senilai 279.900 yuan (sekitar Rp636 juta), dan

YU7 Max dihargai 329.900 yuan (sekitar Rp750 juta).

Dengan demikian, selisih harga jual kembali di pasar sekunder bisa mencapai Rp100 juta lebih mahal dari harga unit baru. Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa harga mobil bekas bisa lebih tinggi dari harga resmi?

Dominasi Varian Max dan Fenomena Markup

Kebanyakan unit bekas yang beredar adalah varian YU7 Max, dan menariknya, rata-rata jarak tempuhnya masih di bawah 100 kilometer—indikasi bahwa kendaraan tersebut hampir belum digunakan. Hal ini menunjukkan adanya pola yang mencurigakan, yaitu praktik pembelian bukan untuk penggunaan pribadi, melainkan untuk dijual kembali dengan harapan mendapatkan keuntungan cepat dari selisih harga.

Sumber industri mengungkap bahwa fenomena ini didorong oleh dua pihak utama. Pertama, dealer profesional yang memang membeli unit YU7 sejak awal dengan niat menjual kembali. Kedua, platform mobil bekas yang membeli mobil dari pemilik pertama, lalu memasarkannya ulang dengan harga lebih tinggi. Mekanisme ini menciptakan efek “markup sekunder” yang memperparah ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan.

Antrean Panjang dan Kebijakan Ketat dari Xiaomi

Xiaomi mencatat pencapaian luar biasa saat YU7 resmi dirilis. Dalam tiga menit pertama, tercatat 200.000 pesanan, dan hanya dalam waktu 18 jam, jumlahnya melonjak menjadi 248.000 pesanan yang telah dikunci. Lonjakan permintaan inilah yang menjadi dasar kuat praktik spekulasi di pasar sekunder.

Menanggapi kekhawatiran soal praktik calo, Xiaomi menerapkan sejumlah pembatasan ketat saat penjualan dibuka. Salah satunya adalah aturan bahwa satu akun hanya dapat memesan satu unit YU7, baik untuk varian siap pakai maupun versi yang dapat dikustomisasi, selama 24 jam pertama.

Tak hanya itu, Xiaomi juga memberlakukan kebijakan penguncian pesanan. Pembeli diberi waktu hingga 168 jam (7 hari) sejak pembayaran uang muka untuk mengubah detail pesanan. Setelah waktu tersebut lewat, pesanan akan otomatis dikunci dan uang muka tidak bisa dikembalikan.

Kebijakan ini bertujuan untuk membatasi aksi beli-jual spekulatif dalam waktu singkat, tetapi tampaknya belum cukup untuk menahan laju pelaku pasar sekunder.

Pengiriman Lama Jadi Pemicu

Salah satu faktor utama yang membuat harga bekas YU7 melonjak adalah waktu tunggu pengiriman unit baru yang masih sangat panjang. Berdasarkan pembaruan terbaru dari aplikasi resmi Xiaomi, waktu tunggu untuk masing-masing varian adalah sebagai berikut:

Standard: 57–60 minggu

Pro: 49–52 minggu

Max: 41–44 minggu

Dengan rentang waktu yang mencapai satu tahun lebih, konsumen yang tak sabar cenderung memilih membeli unit bekas dengan harga lebih mahal ketimbang menunggu lama.

Kondisi serupa sebenarnya sudah pernah terjadi sebelumnya saat Xiaomi meluncurkan model perdana mereka, SU7. Kala itu, SU7 juga mengalami fenomena markup di pasar bekas, namun seiring waktu dan terpenuhinya pasokan, harga kembali ke level normal. Ini memberi harapan bahwa kasus YU7 pun bisa berakhir serupa, selama Xiaomi berhasil mempercepat produksi.

Pemerintah Tiongkok Turut Menyikapi

Melihat tren spekulatif ini semakin marak, Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi Tiongkok tengah mengkaji regulasi baru. Salah satu usulan yang tengah dibahas adalah pelarangan penjualan kembali kendaraan dalam kurun waktu enam bulan sejak registrasi awal.

Langkah ini dirancang untuk membatasi arbitrase jangka pendek, terutama pada kendaraan-kendaraan yang permintaannya tinggi dan pasokannya terbatas. Bila aturan ini diterapkan, maka pelaku spekulasi kemungkinan besar akan kehilangan momentum untuk memperoleh keuntungan cepat dari pasar mobil bekas.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index