JAKARTA - Komitmen Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk menjadi pelopor energi bersih di Indonesia semakin kuat. Potensi panas bumi yang tersebar di berbagai wilayah menjadi landasan utama bagi provinsi ini untuk mengukuhkan diri sebagai provinsi energi terbarukan. Namun, transformasi ini tak hanya berbicara soal pembangunan infrastruktur energi semata, melainkan juga tentang bagaimana energi bisa menghadirkan keadilan sosial dan kesejahteraan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Gubernur NTT, Melki Laka Lena, yang melihat peluang energi panas bumi sebagai kunci untuk mendorong kemandirian energi sekaligus pemerataan manfaat pembangunan.
"NTT sudah diputuskan sebagai provinsi renewable energy. Maka seluruh potensi energi terbarukan, termasuk panas bumi, harus kita dorong dan kembangkan," ujarnya.
Salah satu wilayah yang menjadi titik fokus pengembangan panas bumi adalah Poco Leok, Kabupaten Manggarai. Daerah ini disebut memiliki potensi panas bumi yang cukup signifikan dan strategis untuk mendukung pengembangan energi bersih secara berkelanjutan di wilayah timur Indonesia.
Namun lebih dari sekadar pemanfaatan sumber daya, Gubernur Melki menekankan bahwa pembangunan sektor energi di NTT harus menitikberatkan pada nilai-nilai keberlanjutan dan keterlibatan masyarakat lokal.
Menurutnya, pengembangan panas bumi bukan hanya soal meningkatkan pasokan energi atau mengerek pertumbuhan ekonomi daerah, melainkan juga menyangkut aspek sosial yang lebih mendalam: keadilan energi. Baginya, kehadiran energi terbarukan harus dirasakan oleh seluruh kalangan, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pengembangan proyek.
"Di Ulumbu itu sudah berjalan 13 tahun. Tidak ada isu lingkungan, bagi hasilnya baik, keamanan dan CSR-nya juga jalan. Hal itu bisa jadi rujukan panas bumi bisa diterima jika dikelola dengan baik," jelas Melki.
Kesuksesan pengelolaan panas bumi di Ulumbu menjadi bukti nyata bahwa proyek energi bersih dapat berjalan harmonis, asalkan dilakukan dengan pendekatan inklusif dan transparan. Melki menyebut pengalaman di Ulumbu sebagai contoh yang layak ditiru untuk pengembangan di daerah lainnya, termasuk di Poco Leok.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa prinsip keterbukaan dan keadilan harus selalu menjadi acuan utama dalam setiap tahapan proyek, mulai dari perencanaan hingga implementasi.
"Kalau masyarakat setuju, proyek bisa jalan. Kalau tidak, ya kita evaluasi. Tapi jangan rusak harmoni sosial dengan cara-cara yang tidak jujur. Yang utama itu dialog," tegasnya.
Pernyataan tersebut muncul sebagai respons terhadap munculnya beberapa gerakan penolakan terhadap proyek panas bumi. Menurut Melki, tidak semua gerakan tersebut berasal dari aspirasi murni masyarakat. Ia menduga ada pihak-pihak luar yang mencoba menggiring opini negatif tanpa mengedepankan transparansi dan dialog terbuka.
Melki menegaskan, jika memang proyek dinilai merugikan atau menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan, maka pemerintah tidak akan segan untuk mengevaluasi atau bahkan menghentikan proyek tersebut.
Pendekatan yang diambil oleh pemerintah provinsi menunjukkan bahwa pengembangan energi di NTT bukan hanya berbicara soal target nasional dalam transisi energi, tapi juga soal membangun masa depan yang berakar pada kepercayaan sosial.
Dia menilai bahwa masa depan energi Indonesia khususnya di wilayah-wilayah timur terletak pada kemampuan untuk mendayagunakan potensi lokal sambil tetap menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan lingkungan.
"Energi panas bumi adalah masa depan. Tapi masa depan itu tidak boleh dibangun di atas konflik dan luka sosial. Mari duduk bersama, bicara, dan putuskan secara adil," ucap Melki.
Sikap pemerintah provinsi yang mengedepankan partisipasi masyarakat dan ruang diskusi dalam setiap pengambilan keputusan menjadi sinyal kuat bahwa pembangunan energi tidak dapat berjalan secara sepihak. Masyarakat lokal sebagai pemilik wilayah dan penjaga harmoni sosial harus ditempatkan sebagai subjek, bukan sekadar objek dari pembangunan.
Transformasi energi di NTT menjadi kisah menarik tentang bagaimana visi pembangunan berkelanjutan dijalankan dengan pendekatan berbasis kearifan lokal dan keadilan sosial. Meskipun tantangan masih banyak, seperti resistensi sebagian kalangan, keterbatasan akses, hingga kebutuhan investasi yang besar, komitmen pemerintah daerah untuk mengedepankan nilai-nilai transparansi dan keberpihakan kepada masyarakat menjadi fondasi yang kuat.
Dengan mengedepankan dialog, kolaborasi, dan prinsip keberlanjutan, NTT sedang menapaki jalan menuju masa depan energi yang lebih bersih dan adil—di mana manfaat pembangunan energi tak hanya dinikmati di pusat kota, tapi juga menjangkau desa-desa terpencil di pelosok Manggarai dan sekitarnya.