Perbankan

Rupiah Menguat di Awal Pekan, Sektor Perbankan Tunjukkan Stabilitas

Rupiah Menguat di Awal Pekan, Sektor Perbankan Tunjukkan Stabilitas
Rupiah Menguat di Awal Pekan, Sektor Perbankan Tunjukkan Stabilitas

JAKARTA - Momentum penguatan kembali diperlihatkan oleh rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS), memberi harapan di tengah tekanan ekonomi global yang masih berlangsung. Pergerakan ini tak lepas dari sentimen eksternal yang cukup memengaruhi dinamika mata uang, khususnya dari data ketenagakerjaan Amerika Serikat yang di bawah ekspektasi pasar. Di sisi domestik, penguatan ini tercermin pula dalam kurs jual beli yang dipatok bank-bank besar nasional pada kisaran Rp16.400-an per dollar AS.

Dalam perdagangan pasar spot, nilai tukar rupiah sempat menunjukkan performa positif dengan menguat ke level Rp16.376,5 per dollar AS. Angka ini mengalami penguatan sebesar 136,5 poin atau setara 0,83 persen dibanding penutupan sebelumnya yang tercatat pada Rp16.513 per dollar AS.

Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama melemahnya dollar AS adalah laporan Non-Farm Payroll (NFP) untuk bulan Juli yang dirilis pada akhir pekan lalu. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah penciptaan lapangan kerja di luar sektor pertanian di AS lebih rendah dari perkiraan, sehingga pasar mulai mengantisipasi adanya perlambatan ekonomi di Negeri Paman Sam.

"Non-Farm Payroll AS bulan Juli yang dirilis Jumat malam kemarin berada di bawah perkiraan pasar. Hasil itu sedikit banyak bisa membantu melemahkan dollar AS," terang Ariston.

Ariston juga memaparkan bahwa indeks dollar AS saat ini berada di kisaran 98, setelah sebelumnya pada Jumat siang sempat mencapai angka 100. Penurunan ini menjadi sinyal bahwa pelaku pasar mulai mengalihkan perhatian dari dollar AS dan melirik mata uang lainnya, termasuk rupiah.

Ia menambahkan, tekanan terhadap ekonomi Amerika Serikat juga berkaitan dengan efek kebijakan tarif yang diterapkan pemerintahan Donald Trump sebelumnya, yang hingga kini masih memberikan dampak terhadap kestabilan ekonomi domestik AS.

“Jadi sementara dollar AS melemah hari ini terhadap rupiah ke arah 16.350, dengan potensi resisten di kisaran 16.500,” ujar Ariston menjelaskan lebih lanjut mengenai kemungkinan arah pergerakan kurs ke depan.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) melalui kurs tengah Jisdor juga mencatat perubahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Pada Jumat sebelumnya, Jisdor mencatat nilai tukar rupiah berada di level Rp16.494 per dollar AS, naik dari posisi sehari sebelumnya yakni Rp16.459. Meski sempat melemah dalam kurun waktu harian, tren yang terlihat pada perdagangan awal pekan menunjukkan perbaikan.

Sinyal penguatan ini juga tercermin dari kurs yang dipatok oleh beberapa bank besar di Indonesia. Bank-bank tersebut mencatat kurs jual dan beli di kisaran yang relatif seragam, meski terdapat variasi kecil antar bank. Kurs jual mencerminkan harga saat bank menjual dollar AS kepada nasabah, sementara kurs beli menunjukkan harga ketika bank membeli dollar dari nasabah.

Berikut daftar kurs rupiah terhadap dollar AS di lima bank besar Indonesia:

BRI: Jual Rp16.406 – Beli Rp16.381

Bank Mandiri: Jual Rp16.430 – Beli Rp16.400

BNI: Jual Rp16.400 – Beli Rp16.385

BCA: Jual Rp16.400 – Beli Rp16.377

CIMB Niaga: Jual Rp16.509 – Beli Rp16.484

Data tersebut menunjukkan bahwa meski rupiah sempat melemah pada akhir pekan sebelumnya, posisi jual beli antarbank masih menunjukkan adanya stabilitas pada kisaran Rp16.400-an.

Tentu saja, arah gerak nilai tukar rupiah tidak bisa dilepaskan dari faktor eksternal yang mendominasi pasar keuangan global. Seperti diketahui, dinamika kebijakan suku bunga The Fed, kondisi tenaga kerja AS, dan fluktuasi harga komoditas global menjadi katalis penting dalam menentukan kekuatan dollar dan nilai tukar mitranya, termasuk rupiah.

Kondisi ini membuka peluang bagi Bank Indonesia untuk terus menjaga stabilitas kurs melalui kebijakan moneter yang akomodatif namun tetap berhati-hati. Di sisi lain, sektor keuangan dan perbankan nasional juga tetap waspada terhadap sentimen pasar global, termasuk potensi dampak dari kebijakan moneter negara maju.

Bagi pelaku usaha dan masyarakat umum, fluktuasi nilai tukar seperti ini menjadi perhatian tersendiri, mengingat pengaruhnya yang luas terhadap sektor-sektor penting seperti impor barang konsumsi, harga bahan bakar, serta beban utang luar negeri.

Meski penguatan ini belum cukup signifikan untuk membawa rupiah kembali ke level pra-kenaikan dolar sebelumnya, setidaknya menjadi indikator positif di tengah gejolak global yang belum reda. Apalagi jika didukung oleh langkah pemerintah dalam menjaga sentimen domestik tetap kondusif, seperti pengendalian inflasi dan peningkatan ekspor.

Menakar dinamika ini, pasar kini tengah menanti data dan kebijakan lanjutan dari AS, termasuk sikap The Fed terhadap suku bunga, serta bagaimana Indonesia bisa mempertahankan momentum stabilitas makroekonomi untuk mendukung penguatan rupiah secara berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index