Pertambangan

Kredit Pertambang Tumbuh Tertinggi

Kredit Pertambang Tumbuh Tertinggi
Kredit Pertambang Tumbuh Tertinggi

JAKARTA - Meski tren pertumbuhan kredit perbankan nasional mengalami sedikit perlambatan, sejumlah sektor ekonomi justru mencatatkan kinerja luar biasa dalam penyerapan pembiayaan. Di antara berbagai sektor tersebut, pertambangan dan penggalian muncul sebagai sektor dengan pertumbuhan kredit tertinggi, menandai kepercayaan pelaku industri dan perbankan terhadap potensi jangka panjang sektor ini di tengah transisi energi nasional.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan total penyaluran kredit perbankan mencapai Rp8.059,79 triliun, tumbuh 7,77% secara tahunan. Meski sedikit melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 8,43%, angka ini tetap menunjukkan fundamental pertumbuhan kredit yang kuat dan berkelanjutan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyampaikan bahwa secara sektoral, terdapat sejumlah sektor ekonomi yang menunjukkan lonjakan pertumbuhan kredit, bahkan mencapai dua digit. Hal ini mencerminkan kepercayaan perbankan dalam menyalurkan kredit ke sektor-sektor potensial di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.

“Sektor pertambangan dan penggalian mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 20,69%, disusul sektor jasa 19,17%, transportasi dan komunikasi 17,94%, serta sektor listrik, gas, dan air sebesar 11,23%,” ungkap Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner OJK.

Tingginya pertumbuhan kredit di sektor pertambangan dipandang tidak lepas dari kontribusi sektor ini terhadap ketahanan energi dan perekonomian nasional. Meskipun berbagai negara sedang mengarahkan diri menuju bauran energi yang lebih ramah lingkungan, pertambangan tetap menjadi fondasi penting bagi ketahanan industri energi konvensional dan keberlanjutan ekonomi di berbagai daerah.

OJK menegaskan bahwa dalam menyalurkan kredit, termasuk untuk sektor-sektor seperti pertambangan, perbankan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko. Selain itu, bank-bank juga mempertimbangkan keselarasan portofolio pembiayaan mereka dengan agenda pembangunan nasional, termasuk komitmen Indonesia menuju net zero emission pada tahun 2060.

“Beberapa bank sudah menetapkan target net zero emission dan mulai mengarahkan penyaluran portofolio kreditnya untuk mendukung agenda tersebut,” kata Dian. Dengan demikian, meskipun sektor seperti pertambangan masih menerima porsi pembiayaan yang besar, proses seleksi kredit tetap mempertimbangkan faktor keberlanjutan dan mitigasi risiko lingkungan.

Dari sisi jenis penggunaan, kredit investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan dengan peningkatan sebesar 12,53%. Ini menunjukkan bahwa pelaku usaha semakin percaya diri untuk memperluas kapasitas dan melakukan ekspansi usaha. Di posisi berikutnya, kredit konsumsi tumbuh 8,49% dan kredit modal kerja mencatatkan pertumbuhan 4,45%.

Jika dilihat berdasarkan kepemilikan bank, penyaluran kredit dari bank umum swasta nasional domestik menjadi yang tertinggi dengan pertumbuhan sebesar 10,78%. Angka ini mengindikasikan peran aktif bank swasta dalam menopang pembiayaan sektor-sektor strategis nasional.

Dari sisi kategori debitur, kredit korporasi tumbuh sebesar 10,78%, sementara kredit untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tumbuh sebesar 2,18%. Meskipun pertumbuhan kredit UMKM relatif rendah, OJK menekankan bahwa hal ini terkait dengan upaya perbankan yang sedang fokus pada pemulihan kualitas kredit segmen tersebut pasca pandemi.

“Perbankan saat ini sedang berupaya meningkatkan kualitas kredit UMKM, sehingga penyalurannya dilakukan secara selektif dan dengan strategi mitigasi risiko yang hati-hati,” jelas Dian.

Di sisi lain, kualitas kredit perbankan nasional dinilai tetap dalam kondisi yang sehat. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) secara gross tercatat sebesar 2,22%, menurun dari posisi bulan sebelumnya yang berada di angka 2,29%. Sementara itu, rasio NPL net juga membaik dari 0,85% menjadi 0,84%.

Indikator risiko lainnya, yaitu rasio kredit dalam kategori Loan at Risk (LaR), juga menunjukkan tren perbaikan dengan penurunan dari 9,93% menjadi 9,73%. Dian menyebutkan bahwa level LaR ini kini telah kembali ke posisi stabil sebagaimana sebelum masa pandemi.

Ketahanan industri perbankan juga diperkuat oleh permodalan yang solid. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat meningkat dari 25,48% menjadi 25,81%, menjadi bantalan kuat untuk mengantisipasi potensi risiko dari gejolak ekonomi global. Tingginya rasio CAR mencerminkan bahwa perbankan Indonesia memiliki ruang yang cukup luas untuk melakukan ekspansi kredit, sembari tetap menjaga kehati-hatian.

Dalam konteks makroekonomi, capaian pertumbuhan kredit ini sekaligus menunjukkan bahwa sektor keuangan terus memainkan peran sentral dalam mendukung agenda pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Meski tantangan global masih membayangi, mulai dari tekanan inflasi hingga ketidakpastian geopolitik, sistem perbankan nasional terbukti mampu menjaga stabilitas dan berkontribusi pada perekonomian melalui penyaluran kredit yang sehat.

Dengan kontribusi signifikan dari sektor-sektor strategis seperti pertambangan, transportasi, jasa, dan energi, tren penyaluran kredit ke depan diperkirakan tetap positif. Komitmen bank dalam mendukung transisi energi dan pembangunan berkelanjutan pun menjadi sinyal bahwa sektor keuangan siap untuk berperan aktif dalam transformasi ekonomi Indonesia menuju masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index