JAKARTA - Di tengah keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dalam pembangunan infrastruktur nasional. Fokus utama kini bukan lagi sekadar pembangunan fisik semata, melainkan bagaimana memaksimalkan peran swasta dalam mengisi celah pembiayaan. Salah satu institusi yang berperan besar dalam skema ini adalah PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF), yang aktif menyalurkan pembiayaan ke berbagai sektor infrastruktur strategis.
Pemerintah menyadari bahwa infrastruktur yang memadai adalah fondasi utama dalam mencapai berbagai target nasional. Hal ini mencakup swasembada pangan, ketahanan energi, akselerasi hilirisasi industri, hingga peningkatan konektivitas antarwilayah. Namun, untuk mewujudkannya, diperlukan dukungan pendanaan yang sangat besar.
Pada periode 2025–2029, kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur Indonesia diproyeksikan mencapai USD625,37 miliar, atau setara dengan Rp10.151 triliun. Dari total kebutuhan tersebut, kontribusi pemerintah pusat hanya diperkirakan mencapai USD143,84 miliar atau sekitar 23%. Sementara pemerintah daerah diperkirakan hanya dapat menyumbang USD106,31 miliar atau 17% dari total kebutuhan.
Artinya, hampir 60% kebutuhan anggaran harus dipenuhi melalui keterlibatan pihak non-pemerintah, baik swasta maupun BUMN, termasuk institusi keuangan pembangunan seperti IIF. Hal ini menandai pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan yang inklusif dan berdampak luas.
IIF: Menjembatani Pembiayaan Berkelanjutan
Sebagai lembaga keuangan yang fokus pada pembiayaan infrastruktur, IIF telah menunjukkan kiprah yang signifikan dalam mendukung pembangunan nasional. Hingga kini, perusahaan tersebut telah membiayai lebih dari 150 proyek infrastruktur, yang tersebar di berbagai sektor, dengan penekanan utama pada tiga bidang prioritas: energi terbarukan, telekomunikasi dan teknologi informasi, serta penyediaan air bersih.
“Proyek energi terbarukan dengan kapasitas terpasang hampir 700 MWh per tahun, memberi daya lebih dari 693.000 rumah tangga dan potensi penghindaran emisi Gas Rumah Kaca sebesar 4,81 juta ton CO₂ per tahun,” jelas Direktur Utama IIF, Rizki Pribadi Hasan dalam sebuah pernyataan di Jakarta.
Data ini menunjukkan bahwa kontribusi IIF tidak hanya terbatas pada dukungan finansial, namun juga berimplikasi langsung pada upaya mitigasi perubahan iklim. Konsep pembiayaan yang mereka jalankan mengedepankan keberlanjutan, selaras dengan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) yang kini menjadi acuan global.
Air Bersih dan Fasilitas Medis, Tak Luput dari Perhatian
Di luar sektor energi, IIF juga aktif mendukung proyek-proyek yang berdampak langsung terhadap kualitas hidup masyarakat. Salah satunya adalah pembiayaan terhadap tujuh proyek air minum yang memberikan akses air aman kepada lebih dari 6,7 juta penduduk. Hal ini menjadi sangat penting di tengah tantangan ketersediaan air bersih di berbagai wilayah Indonesia.
Tak hanya itu, sektor kesehatan juga menjadi bagian dari agenda pembiayaan mereka. IIF telah membantu pendanaan pembangunan fasilitas medis dengan kapasitas lebih dari 1.000 tempat tidur. Dukungan ini sangat relevan dalam memperkuat sistem kesehatan nasional, khususnya pasca pandemi COVID-19 yang menyadarkan pentingnya infrastruktur medis yang memadai.
“Kami percaya bahwa setiap rupiah yang diinvestasikan dalam infrastruktur harus memberikan nilai tidak hanya bagi pemegang saham, tetapi juga bagi lingkungan dan generasi masa depan,” ujar Rizki.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa misi IIF tak hanya berorientasi pada keuntungan finansial, melainkan juga pada dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan ekosistem.
Komitmen ESG Semakin Diperkuat
Pengakuan atas peran IIF dalam pembangunan berkelanjutan juga datang dari eksternal. Pada 2025, IIF menerima penghargaan ESG Award dari Yayasan KEHATI. Penghargaan ini bukan sekadar simbolis, melainkan penegasan bahwa investasi infrastruktur juga harus mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan.
“Penghargaan ESG Award 2025 dari Yayasan KEHATI akan mengingatkan tentang tanggung jawab kritis investor dalam mendukung pembangunan berkelanjutan,” ujar Rizki, menegaskan pentingnya ESG sebagai tolok ukur keberhasilan investasi masa kini.
Hal ini memperlihatkan pendekatan pembiayaan yang semakin matang dan terukur, di mana dampak sosial dan lingkungan menjadi bagian tak terpisahkan dari perhitungan kelayakan proyek. IIF membuktikan bahwa pembangunan infrastruktur bisa berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sinergi Jadi Kunci Masa Depan Infrastruktur
Dengan skala kebutuhan pendanaan yang masif dan keterbatasan kemampuan fiskal negara, sinergi antara pemerintah, swasta, dan lembaga keuangan pembangunan menjadi sangat penting. IIF, dalam konteks ini, tampil sebagai aktor kunci dalam menjembatani kebutuhan tersebut, sekaligus membawa paradigma pembiayaan infrastruktur ke arah yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Ke depan, tantangan pembangunan infrastruktur akan semakin kompleks. Namun dengan peran aktif lembaga seperti IIF, harapan untuk menghadirkan infrastruktur yang inklusif, adaptif terhadap perubahan iklim, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang merata, bukanlah hal yang mustahil.