JAKARTA - Dalam upaya memperkuat ketahanan energi di wilayah tapal kuda Jawa Timur, PT Pertamina mulai mempertimbangkan opsi strategis untuk mengaktifkan kembali Depo Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jember. Langkah ini didorong oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap potensi krisis pasokan BBM, seperti yang sempat terjadi di wilayah tersebut.
Kondisi geografis dan jumlah penduduk yang besar menjadi faktor penting dalam pertimbangan ini. Bupati Jember, Muhammad Fawait, menyampaikan langsung permohonan kepada Pertamina agar mengkaji ulang reaktivasi depo BBM di Kelurahan Gebang, Kecamatan Patrang. "Bagaimana depo di Jember bisa diaktifkan karena Jember memiliki penduduk yang besar melebihi dari kabupaten-kabupaten sekitar," ujarnya saat melakukan peninjauan ke lokasi depo.
Reaktivasi depo tersebut bukan ide baru. Jember sebelumnya pernah menjadi salah satu titik distribusi utama BBM melalui jalur kereta api. Depo Gebang sempat menyokong distribusi secara mandiri ke seluruh SPBU di wilayah Jember. Namun, sejak operasional Depo Tanjungwangi di Banyuwangi dimulai, Depo Jember ditutup pada tahun 1992 dan distribusi BBM dialihkan sepenuhnya dari Banyuwangi.
Pj General Manager Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Alexander Bangun, mengungkapkan bahwa krisis BBM yang baru-baru ini melanda Jember menjadi pertimbangan utama dalam meninjau kembali penggunaan Depo Gebang. "Kita perlu buffer stock atau stok cadangan di Jember, mengingat penduduknya itu cukup besar ya 2,7 juta penduduk, nomor 2 terbesar di Jawa Timur," jelas Alexander.
Menurutnya, ketergantungan terhadap satu jalur pasokan melalui Banyuwangi dapat menjadi risiko, apalagi ketika arus lalu lintas mengalami kemacetan atau akses seperti Jalur Gumitir ditutup karena perbaikan atau kondisi darurat lainnya. Situasi tersebut bisa menghambat distribusi BBM ke Jember secara signifikan.
Dalam situasi seperti itu, memiliki depo penyangga di wilayah Jember akan memberikan fleksibilitas dan keamanan pasokan. “Sehingga di depo ini (Gebang) salah satu alternatif yang kita pertimbangkan untuk menjadi buffer stock di Jember,” tegas Alexander dalam peninjauan lapangan bersama Pemkab Jember.
Namun, untuk menghidupkan kembali Depo Gebang, sejumlah tantangan teknis harus dihadapi. Jalur distribusi lama yang menggunakan rel kereta api sebagian besar sudah tidak bisa digunakan karena tertutup tanah dan permukiman penduduk. Oleh karena itu, Pertamina harus berkoordinasi dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI) guna melakukan kajian teknis.
"Untuk teknis dari KAI nanti yang akan melihat apakah bisa menggunakan rel tersebut, apakah bisa direlokasi atau cari lahan lain yang lebih relatif sedikit merelokasi penduduknya," terang Alexander. Hal ini menunjukkan bahwa proses aktivasi kembali depo tidak bisa dilakukan secara instan, melainkan perlu perencanaan yang matang, baik dari sisi teknis maupun sosial.
Alternatif lain yang mungkin dipertimbangkan adalah mencari lokasi baru untuk depo BBM di Jember apabila lokasi lama dianggap tidak memungkinkan untuk diaktifkan kembali. Semua opsi akan dikaji dengan memperhatikan efisiensi distribusi, keselamatan, dan dampak sosial terhadap warga sekitar.
Sementara kajian berlangsung, Pertamina telah mengambil langkah darurat untuk memastikan distribusi BBM ke Jember tetap aman. Selama krisis BBM, distribusi sempat dialihkan dari Surabaya dan Malang sebagai langkah antisipatif atas penutupan Jalur Gumitir. “Kami sudah siap menyuplai (hanya) dari Surabaya, kalau kurang kami backup dari Malang,” kata Alexander.
Kini, setelah badai krisis BBM mereda, jumlah pasokan harian di Jember telah kembali normal di angka 900 kiloliter per hari. Sebelumnya, selama periode kelangkaan, pengiriman sempat ditingkatkan hingga 1.500 kiloliter per hari demi menstabilkan situasi di lapangan.
Dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitas ekonomi yang terus meningkat, kebutuhan energi di Jember diperkirakan juga akan mengalami lonjakan dalam beberapa tahun ke depan. Oleh sebab itu, kehadiran depo cadangan menjadi langkah strategis jangka panjang untuk menghindari gangguan distribusi BBM yang dapat berdampak luas pada perekonomian dan mobilitas masyarakat.
Rencana pengaktifan ulang depo ini sejalan dengan komitmen pemerintah daerah dan Pertamina dalam memperkuat infrastruktur energi di daerah, guna menjamin ketersediaan BBM yang andal, merata, dan berkelanjutan.