Liga Inggris

Liga Inggris: MU vs Arsenal Buka Musim dengan Laga Klasik Penuh Gengsi

Liga Inggris: MU vs Arsenal Buka Musim dengan Laga Klasik Penuh Gengsi
Liga Inggris: MU vs Arsenal Buka Musim dengan Laga Klasik Penuh Gengsi

JAKARTA - Pertandingan pembuka Premier League 2025/2026 antara Manchester United dan Arsenal seharusnya menjadi momen penuh antusiasme bagi pecinta sepak bola Inggris. Namun, di balik atmosfer yang biasanya meriah di Old Trafford, terselip ketegangan yang datang dari dalam lingkaran pendukung klub tuan rumah sendiri. Kelompok suporter Manchester United, The 1958, telah menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap manajemen klub, terutama kepada pemilik Jim Ratcliffe dan keluarga Glazer, melalui rencana aksi protes terbuka.

Laga yang mempertemukan dua tim besar ini dijadwalkan menjadi pembuka resmi musim baru Premier League. Namun, perhatian publik kini tidak hanya tertuju pada duel di atas lapangan, melainkan juga pada dinamika di luar stadion yang melibatkan aspirasi dan kekecewaan para penggemar setia The Red Devils.

The 1958 secara terang-terangan menyatakan akan menggelar protes saat laga berlangsung. Protes ini bukan sekadar ekspresi spontan, melainkan kelanjutan dari akumulasi keresahan yang selama dua dekade dirasakan oleh sebagian besar pendukung United.

Jim Ratcliffe, yang pada awalnya dianggap sebagai harapan baru ketika mengambil alih klub pada Februari 2024, kini justru dinilai oleh kelompok suporter sebagai bagian dari permasalahan yang mengakar di tubuh Manchester United. Mereka menilai, Ratcliffe telah bersikap kompromis terhadap keluarga Glazer yang sejak lama menjadi simbol dominasi korporasi atas identitas klub.

"Ini musim baru, tetapi masalah kepemilikannya masih sama. Dua puluh tahun di bawah Glazers sudah terlalu lama. Sudah cukup," ungkap juru bicara The 1958.

Kelompok ini juga menyoroti proyek regenerasi stadion Old Trafford, yang menurut mereka hanya menambah beban bagi para pendukung. Dalam pernyataannya, mereka menilai bahwa proyek tersebut lebih berorientasi pada keuntungan semata, tanpa mempertimbangkan suara dan kebutuhan penggemar yang telah menemani klub selama bertahun-tahun.

"Jim Ratcliffe memilih untuk bersekutu dengan Glazers dan membantu mereka tetap memegang kendali klub. Jelas, visi mereka bukan untuk kami. Bukan untuk para penggemar yang bepergian ke seluruh negeri dan Eropa. Bukan untuk mereka yang telah berdiri di tempat yang sama di Old Trafford selama beberapa dekade," lanjut pernyataan tersebut.

Keluhan utama lain yang mencuat adalah soal aksesibilitas dan keterjangkauan bagi fans. Kenaikan harga tiket dan berkurangnya ruang bagi fans lokal yang loyal dianggap sebagai bukti bahwa klub kini lebih memprioritaskan keuntungan ketimbang komunitasnya sendiri.

"Beban keserakahan mereka kini dipaksakan kepada penggemar lintas generasi, yang tidak mampu membeli tiket, disingkirkan, dan diabaikan," ujar kelompok The 1958.

Ketidakpuasan ini bukanlah hal baru. Sebelumnya, para pendukung Manchester United juga menggelar aksi protes saat laga penutup musim lalu melawan Aston Villa pada 25 Mei. Mereka membentangkan spanduk-spanduk bertuliskan “Kami ingin klub kami kembali” dan “Selama 20 tahun pencurian dan kebohongan”.

Kondisi ini menambah tekanan terhadap performa United yang musim lalu finis di peringkat ke-15 dan gagal merebut gelar juara Liga Eropa usai dikalahkan Tottenham Hotspur di partai final. Absennya United dari kompetisi Eropa untuk musim ini menjadi tamparan besar bagi klub yang pernah begitu dominan di era Sir Alex Ferguson.

The 1958 menegaskan bahwa protes yang mereka lakukan bukan sekadar demi Manchester United, tetapi juga sebagai bentuk perlawanan terhadap komersialisasi berlebihan dalam sepak bola modern.

"Kami memprotes untuk setiap penggemar yang telah dibungkam, diusir, didiskon, dan diabaikan. Ini lebih besar dari satu klub. Ini tentang masa depan sepak bola. Bagi para penggemar kami, jika mereka belum menyadarinya. Bangunlah," tutup mereka.

Sementara itu, pihak klub belum memberikan tanggapan resmi terkait aksi protes ini. Namun, tak bisa dimungkiri bahwa bayang-bayang keresahan internal suporter akan menjadi sorotan tambahan dalam laga pembuka tersebut.

Jika protes berlangsung dengan skala besar, pertandingan Manchester United vs Arsenal bukan hanya akan menjadi tontonan menarik secara teknis, tetapi juga menjadi simbol pertarungan antara identitas klub dan dominasi pemilik yang dianggap abai terhadap akar budaya sepak bola Inggris.

Dengan segala dinamika yang menyelimuti, duel klasik ini tak hanya menjadi pertarungan dua tim besar di atas lapangan, tetapi juga menjadi refleksi atas benturan antara idealisme penggemar dan realitas bisnis dalam dunia sepak bola modern.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index