JAKARTA - Di era digital yang serba cepat dan penuh distraksi, tren keuangan anak muda justru memperlihatkan gejala yang mengkhawatirkan: semakin banyak dari mereka yang kesulitan memiliki tabungan. Di tengah gempuran gaya hidup modern dan derasnya arus digitalisasi, generasi muda kini menghadapi dilema besar dalam menjaga kesehatan finansial mereka.
Fenomena ini dikenal luas dengan istilah generasi tanpa tabungan. Bukan sekadar istilah, ini mencerminkan realitas bahwa baik generasi milenial maupun Gen Z saat ini makin sulit menyisihkan sebagian dari pendapatannya untuk ditabung. Masalah ini bukan hanya terjadi secara individu, namun menjadi pola sosial yang menyeluruh.
Lalu, mengapa kondisi ini bisa terjadi di tengah banyaknya informasi finansial yang tersedia? Ada banyak faktor saling berkaitan yang membuat anak muda masa kini terjebak dalam pola keuangan yang tidak sehat.
- Baca Juga Investor Muda Dominasi Pasar Modal
Tekanan Gaya Hidup Modern
Salah satu penyebab utamanya adalah gaya hidup konsumtif yang didorong oleh kemudahan teknologi. Kemunculan e-commerce, jasa transportasi daring, dan layanan pesan antar makanan membuat konsumsi menjadi sangat instan. Banyak anak muda lebih mengutamakan kepuasan jangka pendek daripada menabung untuk masa depan.
Akses ke barang dan jasa kini tinggal satu klik, namun dampaknya cukup serius. Impuls belanja meningkat drastis, terutama karena penawaran promo dan diskon yang terus menggoda. Tanpa kontrol, pengeluaran akan melebihi pemasukan, dan ruang untuk menabung menjadi semakin sempit.
Kebutuhan Hidup yang Meningkat Tajam
Di sisi lain, meningkatnya biaya hidup mulai dari harga makanan, transportasi, hingga perumahan—membuat banyak anak muda merasa tidak punya cukup sisa penghasilan untuk ditabung. Ini diperparah oleh stagnasi gaji yang tidak sebanding dengan inflasi.
Banyak dari mereka yang bekerja keras hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok. Akibatnya, menabung bukan prioritas, melainkan kemewahan yang sulit diwujudkan.
Kebiasaan Berutang dan Fitur Paylater
Fenomena lainnya adalah meningkatnya penggunaan fasilitas cicilan dan layanan paylater. Meski pada awalnya terlihat menguntungkan karena memudahkan pembelian, kenyataannya fitur ini dapat menjebak anak muda dalam siklus utang.
Cicilan kecil yang tampak sepele bisa menumpuk menjadi beban keuangan besar. Tanpa strategi pengelolaan utang yang bijak, tabungan pun dikorbankan untuk menutupi pembayaran bulanan.
Rendahnya Literasi Keuangan
Faktor krusial lain yang tak bisa diabaikan adalah minimnya pemahaman dasar soal pengelolaan keuangan. Banyak anak muda belum mengetahui pentingnya membuat anggaran, memiliki dana darurat, dan mulai menabung sejak dini. Padahal, edukasi finansial adalah fondasi dari kemandirian ekonomi.
Risiko yang Mengintai Akibat Tidak Menabung
Kebiasaan tidak menabung bukan hanya soal hari ini, tetapi berpotensi membawa dampak serius dalam jangka panjang.
Pertama, mereka menjadi sangat rentan saat terjadi krisis keuangan pribadi. Tanpa cadangan dana, kehilangan pekerjaan atau situasi darurat medis bisa membuat seseorang jatuh dalam kondisi ekonomi sulit.
Kedua, anak muda yang tidak mulai menabung sejak sekarang juga menghadapi risiko tidak siap menghadapi masa pensiun. Mereka bisa saja bergantung pada keluarga atau negara, yang akhirnya menjadi beban tambahan bagi generasi berikutnya.
Ketiga, tanpa tabungan, satu-satunya jalan menghadapi kebutuhan mendadak adalah dengan berutang. Ini menimbulkan siklus utang yang sulit diputus, dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Data Mengungkap: Situasi Semakin Mendesak
Beberapa data terkini menggambarkan betapa seriusnya masalah ini. Berdasarkan laporan dari RRI.co.id (2025), sebanyak 56% Gen Z di Indonesia tidak memiliki tabungan darurat. Sementara itu, Kompas.com (2025) mengungkap bahwa 4 dari 10 milenial tidak bisa menabung karena seluruh penghasilan mereka habis untuk biaya hidup.
Data dari (2025) menunjukkan bahwa meskipun generasi muda mulai mengurangi frekuensi makan di luar demi berhemat, hal ini belum cukup untuk membentuk kebiasaan menabung. Sebagai respon terhadap situasi ini, BNI Sekuritas (2025) mulai memperkenalkan konsep soft saving—strategi menabung fleksibel yang tidak terlalu membebani anak muda secara mental.
Bila dibandingkan dengan generasi sebelumnya seperti Baby Boomers atau Gen X awal, generasi saat ini mengalami penurunan signifikan dalam jumlah tabungan rata-rata yang dimiliki.
Langkah Sederhana Membangun Tabungan
Namun, bukan berarti tidak ada solusi. Ada beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan untuk mulai membangun kebiasaan menabung, bahkan dari nol:
Buat Anggaran Bulanan
Rancang anggaran berdasarkan pemasukan dan alokasikan untuk kebutuhan pokok, hiburan, cicilan, dan tabungan. Gunakan aplikasi pengelola keuangan jika perlu.
Manfaatkan Fitur Auto-Debit
Dengan mengatur transfer otomatis dari rekening utama ke rekening tabungan di awal bulan, kamu bisa menabung tanpa harus berpikir ulang.
Coba Tantangan No-Spend
Tantangan sederhana seperti no-spend day atau no-spend week bisa melatih kontrol diri. Tidak mengeluarkan uang untuk hal non-esensial selama periode tertentu dapat memperbaiki kebiasaan konsumsi.
Gunakan Prinsip 50/30/20
Alokasikan 50% penghasilan untuk kebutuhan, 30% untuk keinginan, dan 20% untuk tabungan atau investasi. Dengan cara ini, keseimbangan antara hidup saat ini dan masa depan bisa terjaga.
Kripto: Alternatif Menabung yang Sedang Naik Daun
Beberapa anak muda kini mencoba pendekatan berbeda dalam menabung, yakni dengan berinvestasi di aset kripto. Platform seperti Indodax menawarkan kemudahan akses dan modal yang terjangkau.
Meskipun investasi kripto bersifat fluktuatif, bagi sebagian orang, ini bisa menjadi sarana diversifikasi dana dan menambah literasi keuangan lewat teknologi blockchain. Namun penting untuk dicatat, investasi tidak boleh menggantikan fungsi tabungan darurat.
Menabung Itu Wajib, Bukan Opsi
Kondisi tanpa tabungan bukan hanya tantangan individu, tapi juga cerminan dari pola keuangan generasi masa kini. Mengatasi fenomena ini butuh kesadaran, strategi, dan dukungan edukasi finansial sejak dini.
Menabung sebaiknya tidak lagi dipandang sebagai pilihan, melainkan keharusan. Karena pada akhirnya, siapa pun ingin hidup nyaman, tidak hanya hari ini, tapi juga di masa depan.