JAKARTA - Di tengah tren penurunan kinerja industri batu bara global, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menghadapi tantangan pada Semester I 2025 dengan mencatatkan penurunan baik dari sisi produksi maupun penjualan. Namun demikian, salah satu anak usahanya, PT Arutmin Indonesia (Arutmin), justru menorehkan peningkatan signifikan dalam kinerja operasionalnya. Kondisi ini mencerminkan dinamika yang berbeda dari dua kontributor utama produksi batu bara di bawah BUMI.
Berdasarkan laporan kinerja semesteran perusahaan, total produksi batu bara BUMI tercatat sebesar 35,9 juta ton sepanjang Semester I 2025. Angka ini menurun sekitar 5% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 37,7 juta ton. Penurunan ini mengindikasikan tekanan yang dihadapi sektor batu bara nasional dan global, terutama dari sisi operasional dan permintaan pasar.
Kontribusi terbesar terhadap total produksi tersebut berasal dari PT Kaltim Prima Coal (KPC), yang menghasilkan 25,3 juta metrik ton batu bara. Namun sayangnya, performa KPC mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada Semester I 2024, KPC mampu mencatatkan produksi sebesar 28,5 juta metrik ton, sehingga pada periode ini terjadi penurunan sekitar 11%.
Sementara itu, Arutmin justru menunjukkan tren sebaliknya. Perusahaan ini mencatatkan peningkatan produksi sebesar 14% menjadi 10,6 juta metrik ton. Sebagai perbandingan, pada semester yang sama tahun lalu, Arutmin hanya memproduksi 9,3 juta metrik ton. Lonjakan ini menjadi sorotan positif di tengah menurunnya kinerja KPC, sekaligus menandakan efisiensi atau perbaikan strategi operasional yang diterapkan Arutmin mulai menunjukkan hasil.
Kinerja penjualan batu bara BUMI juga tidak terlepas dari tekanan. Sepanjang Semester I 2025, total volume penjualan hanya mencapai 34,8 juta metrik ton, atau turun 5% dibandingkan penjualan pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 37 juta metrik ton. Penurunan ini mencerminkan dinamika pasar yang masih dibayangi ketidakpastian, termasuk fluktuasi harga batu bara dan permintaan global yang belum stabil.
Penjualan terbesar masih ditopang oleh KPC yang menyumbang 24,6 juta metrik ton. Namun volume tersebut juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Di sisi lain, Arutmin berhasil mencatatkan penjualan sebesar 10,2 juta metrik ton. Meski tidak mengalami lonjakan signifikan, capaian Arutmin ini tetap memberikan kontribusi yang cukup berarti terhadap keseluruhan penjualan BUMI.
Kinerja Arutmin yang positif dalam aspek produksi dan stabilnya volume penjualan menjadi salah satu harapan perusahaan untuk menyeimbangkan penurunan yang terjadi di unit usaha lainnya. Dalam situasi seperti ini, kemampuan manajemen dalam menjaga efisiensi produksi dan adaptasi terhadap tantangan pasar menjadi kunci untuk mempertahankan daya saing di industri pertambangan batu bara.
Penurunan produksi dan penjualan yang dialami BUMI juga mencerminkan situasi umum industri batu bara yang tengah menghadapi tantangan dari sisi regulasi, tekanan transisi energi, serta meningkatnya kampanye penggunaan energi terbarukan. Meski batu bara masih menjadi andalan sumber energi di berbagai negara berkembang, arah kebijakan energi global mulai beralih ke sumber yang lebih bersih.
BUMI sendiri dalam beberapa kesempatan telah menegaskan komitmen mereka untuk terus meningkatkan efisiensi operasional dan beradaptasi dengan tantangan industri. Namun, upaya ini membutuhkan waktu, strategi, dan manajemen yang konsisten agar perusahaan tetap relevan dalam lanskap industri energi yang semakin kompetitif.
Sementara itu, kinerja Arutmin bisa menjadi pembelajaran dan referensi untuk unit usaha lain dalam grup BUMI. Peningkatan produksi sebesar 14% bukanlah capaian kecil di tengah kondisi pasar yang fluktuatif. Hal ini menunjukkan adanya potensi internal yang bisa dimaksimalkan lebih jauh ke depannya.
Terlepas dari penurunan produksi dan penjualan secara agregat, BUMI masih menunjukkan kapasitas produksi yang besar. Dengan total produksi mendekati 36 juta ton dalam enam bulan pertama tahun ini, perusahaan tetap menjadi salah satu pemain batu bara terbesar di Indonesia. Ke depannya, kemampuan perusahaan dalam memperkuat pasar ekspor, menjaga efisiensi biaya, dan merespons cepat dinamika pasar akan menjadi penentu utama untuk menjaga keberlanjutan bisnisnya.
Secara keseluruhan, laporan semesteran BUMI menggambarkan tantangan yang masih membayangi sektor pertambangan batu bara. Namun, terdapat secercah optimisme lewat performa Arutmin yang patut diapresiasi. Strategi penguatan dari dalam dan diversifikasi arah bisnis energi menjadi langkah penting jika BUMI ingin tetap tumbuh dan relevan di tengah transformasi besar di sektor energi global.