JAKARTA - Tingginya biaya transportasi di sejumlah wilayah di Jawa Barat, terutama di kawasan metropolitan seperti Bekasi, telah mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk merancang solusi jangka panjang melalui pengembangan sistem transportasi publik yang terintegrasi lintas kabupaten dan kota.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menegaskan bahwa mahalnya ongkos perjalanan harian masyarakat menjadi perhatian serius. Berdasarkan catatan Pemprov, pengeluaran transportasi bisa mencapai Rp 2 juta per bulan bagi warga yang harus berpindah antarwilayah untuk bekerja atau beraktivitas.
“Persoalan ini tidak bisa diselesaikan oleh satu daerah saja. Diperlukan kerja sama lintas wilayah untuk membangun sistem transportasi publik yang terintegrasi,” ujar Gubernur Dedi dalam keterangan beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pembangunan sistem transportasi publik bukan hanya soal penyediaan angkutan, tetapi menyangkut efisiensi biaya, peningkatan kualitas hidup masyarakat, dan upaya mengurangi polusi. Oleh sebab itu, Pemprov Jabar kini sedang menggodok rencana menyeluruh untuk wilayah metropolitan.
Kolaborasi Fiskal Daerah Dinilai Penting
Dedi menekankan bahwa sejumlah daerah di Jawa Barat, seperti Bekasi, Bogor, dan Karawang, sebenarnya memiliki kapasitas fiskal yang cukup kuat untuk membiayai infrastruktur transportasi yang modern dan ramah lingkungan. Ia berencana mendorong kepala daerah di kawasan tersebut untuk mulai membangun sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan.
“Nanti saya akan bicara ke Pak Bupati Bekasi, ke Wali Kota Bekasi, Bupati Bogor juga fiskalnya tinggi, ke Bupati Karawang, untuk segera membangun sistem transportasi publik lingkungan,” katanya.
Langkah itu dinilai penting mengingat mobilitas masyarakat antarwilayah di Jawa Barat sangat tinggi, sehingga sistem transportasi yang terfragmentasi justru menciptakan inefisiensi dan membebani warga secara ekonomi.
Cekungan Bandung Jadi Contoh Integrasi
Salah satu kawasan yang menjadi percontohan dari rencana besar ini adalah wilayah Cekungan Bandung, yang mencakup Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kota Cimahi, dan Kabupaten Sumedang. Kawasan ini sedang dipersiapkan menjadi satu kesatuan transportasi publik yang terhubung dan terintegrasi antarkota dan kabupaten.
Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi model untuk diterapkan di wilayah lain yang memiliki karakteristik serupa, terutama dalam menghadapi tantangan kemacetan, polusi, dan mahalnya ongkos harian transportasi.
“Dalam jangka panjang, keluhan masyarakat soal mahalnya transportasi bisa teratasi. Tapi itu harus dilakukan bersama, investasinya antara Gubernur dengan para Bupati dan Wali Kota,” jelas Gubernur Dedi.
Target Implementasi Dimulai Tahun 2027
Untuk mewujudkan sistem transportasi publik terpadu tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan program ini sebagai salah satu prioritas anggaran dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah.
Gubernur menyebutkan bahwa perencanaan dan persiapan sistem transportasi ini diharapkan selesai pada tahun 2026. Setelah itu, implementasinya akan dimulai pada tahun 2027 secara bertahap, dimulai dari kawasan dengan tingkat kebutuhan mobilitas tertinggi.
“Masyarakat harus segera menikmati layanan transportasi yang efisien dan terjangkau. Oleh karena itu, kita kebut persiapan dan pastikan sistemnya benar-benar sesuai kebutuhan masyarakat,” ujarnya.
Tantangan Transportasi Metropolitan
Sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, Jawa Barat menghadapi tantangan serius dalam hal mobilitas masyarakat, terutama di kawasan Jabodetabekjur yang sangat padat. Bekasi, Bogor, dan Karawang merupakan contoh wilayah penyangga ibu kota yang mobilitas warganya sangat tinggi, tetapi belum ditunjang oleh sistem transportasi antardaerah yang efisien.
Biaya perjalanan yang tinggi tidak hanya berdampak pada ekonomi rumah tangga, tetapi juga pada produktivitas dan kesejahteraan warga. Oleh karena itu, sistem transportasi publik yang terintegrasi antardaerah menjadi kebutuhan mendesak.
Transportasi Ramah Lingkungan
Dalam pernyataannya, Gubernur Dedi juga menyoroti pentingnya transportasi yang ramah lingkungan. Pembangunan sistem transportasi ke depan tidak hanya mengutamakan konektivitas, tetapi juga harus memperhatikan aspek keberlanjutan dan dampak lingkungan.
Langkah ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi karbon dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, terutama di kawasan perkotaan.
“Transportasi publik yang efisien dan ramah lingkungan adalah masa depan. Kita tidak bisa lagi bergantung pada kendaraan pribadi dalam jangka panjang,” katanya.
Perlu Dukungan Pemerintah Pusat dan Swasta
Dalam mengembangkan sistem transportasi publik yang terpadu dan berkelanjutan, Pemprov Jabar juga membuka ruang kolaborasi dengan pemerintah pusat maupun sektor swasta. Skema pembiayaan alternatif akan terus dijajaki untuk mempercepat pembangunan, termasuk melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Selain itu, keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan juga menjadi hal yang ditekankan oleh Gubernur agar sistem yang dibangun benar-benar menjawab kebutuhan publik.
“Ini bukan hanya proyek teknis, tetapi proyek peradaban. Bagaimana kita membangun sistem yang manusiawi, inklusif, dan memperkuat konektivitas warga,” tandasnya.