JAKARTA - Upaya mewujudkan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah mendapat dorongan baru melalui langkah strategis Bank Indonesia (BI). Bank sentral menyiapkan insentif bernilai besar untuk mendukung penyaluran pembiayaan perumahan dalam kerangka Program 3 Juta Rumah. Langkah ini dipandang sebagai bentuk kolaborasi penting antara otoritas moneter dan pemerintah guna mempercepat penyediaan rumah rakyat sekaligus menggerakkan perekonomian nasional.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa BI telah menyiapkan paket insentif senilai Rp80 triliun. Dana ini dialokasikan melalui mekanisme pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) bagi perbankan yang menyalurkan kredit perumahan. GWM sendiri merupakan kewajiban yang harus dipenuhi bank dalam bentuk simpanan di BI. Melalui kebijakan ini, bank yang menyalurkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk segmen tertentu akan memperoleh kelonggaran pemenuhan GWM, sehingga memiliki ruang likuiditas lebih besar untuk menyalurkan pembiayaan baru.
“Insentif Giro Wajib Minimum ini merupakan dukungan langsung BI kepada sektor properti, khususnya perumahan rakyat. Dengan kebijakan ini, akses pembiayaan KPR diharapkan bisa lebih terakselerasi,” ujar Perry.
Tak berhenti di situ, BI juga tengah menyiapkan dukungan tambahan berupa insentif melalui Surat Berharga Negara (SBN) untuk sektor properti. Menurut Perry, pembelian SBN oleh BI selama setahun terakhir telah mencapai Rp155 triliun. Dari total tersebut, sekitar Rp45 triliun yang dialokasikan oleh Kementerian Keuangan disalurkan khusus untuk pendanaan perumahan rakyat.
“Selama setahun ini kami sudah membeli SBN dari pemerintah Rp155 triliun. Dari Rp155 triliun itu, sekitar Rp45 triliun oleh Menteri Keuangan disalurkan untuk pendanaan perumahan rakyat,” jelas Perry.
Menurutnya, ada tiga alasan mendasar mengapa sektor perumahan rakyat patut menjadi prioritas baik bagi pemerintah maupun BI. Pertama, perumahan rakyat secara langsung meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena menyediakan tempat tinggal yang layak. Kedua, sektor ini berperan besar dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga, pembangunan perumahan rakyat mampu menciptakan banyak lapangan kerja.
“Kalau perumahan maju, permintaan pasir meningkat, batu bata bertambah, semen lebih banyak terjual, besi dan genteng pun meningkat kebutuhannya. Semua itu mendorong sektor-sektor lain yang ikut menopang pertumbuhan ekonomi,” paparnya.
Dukungan BI ini mendapatkan apresiasi dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP). Menteri PKP Maruarar Sirait atau Ara menilai, kebijakan tersebut menjadi bukti nyata sinergi yang terjalin baik dalam mendukung Program 3 Juta Rumah yang digagas Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Ara, program pembangunan perumahan bukan hanya sekadar memenuhi target angka, melainkan juga membawa dampak berantai bagi perekonomian. Dari sektor industri bahan bangunan hingga lapangan kerja di tingkat lokal, semua mendapatkan manfaat langsung.
“Hingga hari ini pembangunan perumahan masih menunjukkan tren kenaikan positif untuk rumah subsidi. Jadi Program 3 Juta Rumah sebagaimana arahan Presiden Prabowo juga perlu melibatkan berbagai pihak dan bersinergi, termasuk BI,” tegas Ara.
Ia menambahkan, keberhasilan program ini sangat bergantung pada kerja sama lintas sektor. Pemerintah pusat, daerah, perbankan, pengembang, dan masyarakat harus terlibat aktif. Dukungan permodalan dan pembiayaan menjadi salah satu faktor kunci agar target 3 juta rumah dapat tercapai sesuai rencana.
Program 3 Juta Rumah sendiri dirancang untuk menjawab kebutuhan hunian layak, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Targetnya bukan hanya membangun rumah dalam jumlah besar, tetapi juga memastikan kualitas dan keterjangkauan harga, sehingga rumah dapat diakses oleh kelompok sasaran yang membutuhkan.
Paket insentif yang disiapkan BI melalui pelonggaran GWM diyakini akan memberikan efek langsung terhadap penyaluran kredit perumahan. Bank-bank yang mendapat kelonggaran akan memiliki ruang likuiditas tambahan untuk menyalurkan pembiayaan lebih banyak, sehingga masyarakat yang sebelumnya kesulitan mendapatkan KPR dapat lebih mudah mengaksesnya.
Selain itu, pemberian insentif melalui pembelian SBN untuk sektor perumahan juga menciptakan jalur pendanaan yang lebih stabil. Dana hasil pembelian SBN yang dialokasikan untuk pembiayaan perumahan dapat dimanfaatkan secara optimal oleh pemerintah untuk mempercepat pembangunan, khususnya di segmen rumah subsidi.
Kolaborasi BI dan Kementerian PKP ini juga diharapkan mampu menarik minat pelaku industri properti untuk lebih agresif membangun. Dengan adanya jaminan dukungan pembiayaan dan kebijakan yang kondusif, pengembang dapat memperluas proyek-proyek perumahan di berbagai daerah.
Di sisi lain, efek berantai dari pembangunan perumahan terhadap sektor riil tidak dapat diabaikan. Kebutuhan bahan bangunan, jasa konstruksi, hingga tenaga kerja akan meningkat. Hal ini membuka peluang usaha dan menciptakan lapangan kerja baru, yang pada gilirannya memperkuat daya beli masyarakat.
Bagi pemerintah, program ini juga memiliki arti strategis dalam mengurangi backlog perumahan nasional. Dengan estimasi kebutuhan rumah yang masih tinggi, percepatan pembangunan melalui dukungan perbankan dan BI menjadi solusi penting.
Melihat berbagai faktor tersebut, langkah BI menyiapkan insentif Rp80 triliun bukan sekadar kebijakan moneter, tetapi juga bagian dari strategi pembangunan nasional. Perry Warjiyo menegaskan, keberhasilan sektor perumahan akan memberikan manfaat ganda: peningkatan kesejahteraan rakyat dan dorongan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
“Perumahan rakyat itu bukan hanya soal menyediakan rumah, tapi juga soal mendorong ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Oleh karena itu, sektor ini harus menjadi prioritas,” tutup Perry.
Dengan sinergi yang semakin erat antara pemerintah, BI, perbankan, dan industri properti, Program 3 Juta Rumah diharapkan tidak hanya sekadar target angka, tetapi juga menjadi tonggak nyata dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.