PERUMAHAN

KUR Perumahan Dorong Pembangunan Rumah

KUR Perumahan Dorong Pembangunan Rumah
KUR Perumahan Dorong Pembangunan Rumah

JAKARTA - Pemerintah terus mendorong percepatan pembangunan rumah melalui regulasi baru yang memfasilitasi kredit bagi pengembang maupun masyarakat. Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 13 Tahun 2025 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Program Perumahan memberikan kesempatan bagi UMKM dan individu untuk mengakses pembiayaan modal kerja, sekaligus mendukung target program prioritas perumahan nasional.

Kebijakan ini diterima positif oleh para pelaku industri properti, meski sebagian pengembang tetap mewaspadai potensi ketidakseimbangan antara suplai rumah dan permintaan pasar yang saat ini melemah akibat daya beli masyarakat yang menurun.

Skema Kredit Program Perumahan

Kredit program perumahan ini disalurkan melalui dua skema utama: penyediaan rumah oleh pengembang dan permintaan rumah dari masyarakat. Dari sisi penyediaan, pengembang dapat memperoleh plafon pinjaman antara Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar, dengan total akumulasi pencairan maksimal Rp 20 miliar. Dengan plafon tersebut, satu pengembang diperkirakan mampu membangun 40-50 unit rumah, yang dianggap realistis oleh Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), Joko Suranto.

Sementara itu, dari sisi permintaan, masyarakat atau penerima program dapat mengakses kredit investasi dengan plafon pinjaman mulai Rp 10 juta hingga Rp 500 juta. Skema ini diharapkan mendorong masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah untuk dapat memiliki rumah sendiri.

Tantangan Daya Beli dan Optimalisasi Suplai

Meski plafon kredit memadai untuk pembangunan rumah, Joko Suranto menekankan bahwa tantangan utama saat ini terletak pada penyerapan rumah oleh konsumen. “Dana itu bisa efektif ketika ada proyek yang dikerjakan dan ada penjualan. Saat ini, penjualan rumah masih relatif tertekan,” ujar Joko.

Ia menilai, program ini akan lebih berdampak pada pembangunan rumah di perdesaan, di mana pasar lebih jelas dan penghitungan permintaan dapat dilakukan secara matang. Pembangunan perumahan di perdesaan tidak hanya menambah jumlah unit rumah, tetapi juga menyerap tenaga kerja dan menjadi stimulus ekonomi lokal.

Peran UMKM dalam Program Perumahan

UMKM memiliki peran penting dalam ekosistem perumahan nasional. BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki 42 juta peserta dapat menjadi basis untuk penyerapan rumah. “Bayangkan jika 1 persen saja dari peserta BPJS terserap dalam program ini, sudah ada 420.000 rumah yang dibutuhkan. Ini membantu menyelesaikan isu suplai berlebih,” jelas Joko.

Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, menekankan bahwa regulasi ini perlu segera direalisasikan agar kredit pemilikan rumah (KPR) bisa cepat tersalurkan. Hal ini diharapkan mendukung suplai rumah yang lebih optimal di tengah melemahnya daya beli masyarakat.

Dukungan Pemerintah dan Target Program

Salah satu program unggulan pemerintah adalah penyediaan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman menargetkan pembangunan 350.000 unit rumah subsidi pada 2025, di mana hingga semester I, telah terealisasi 120.976 unit. Program ini memastikan rumah subsidi tidak diperjualbelikan dan harus ditempati sendiri, sehingga bantuan pemerintah tepat sasaran.

Selain FLPP, pemerintah juga menyediakan subsidi kredit perumahan (SBK) dan subsidi bantuan uang muka (SBUM) senilai Rp 5,6 triliun, serta dukungan melalui Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) senilai Rp 8,6 triliun pada 2026. Insentif ini ditujukan untuk mendorong pembangunan rumah, termasuk rumah komersial hingga Rp 2 miliar, guna menstimulasi permintaan dan suplai secara bersamaan.

Perlunya Kajian dan Pengawasan

Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The Housing Urban Development (HUD) Institute, menekankan pentingnya pengawasan ketat dalam implementasi regulasi ini. “Permenko ini harus dikawal, terutama terkait persyaratan dan tata cara mendapatkan kredit, agar dana tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak berhak,” jelas Zulfi.

Selain itu, ia menekankan pentingnya dukungan bagi UMKM di sektor perumahan, termasuk pembuat batu bata, penyedia pasir, dan kontraktor kecil. Dengan modal yang cukup dan jangka panjang, roda ekonomi di akar rumput akan bergerak, sekaligus menekan praktik pinjaman online atau pinjol yang sering merugikan pelaku usaha kecil.

Prioritas Pembangunan Rumah 2026

Pemerintah menargetkan pembangunan 3 juta rumah pada 2026 dengan dukungan APBN senilai Rp 57,7 triliun. Dari jumlah ini, Rp 33,5 triliun dialokasikan untuk FLPP, dan Rp 6,6 triliun untuk pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui SMF. Strategi ini sejalan dengan kebijakan permenko yang melibatkan UMKM sebagai pengembang dan kontraktor, sekaligus memberikan insentif fiskal untuk rumah komersial hingga Rp 2 miliar.

Kebijakan ini diharapkan dapat merangsang sisi suplai dan permintaan secara bersamaan, menyeimbangkan pasar properti, dan mempercepat tercapainya target pembangunan rumah nasional. Dengan dukungan pembiayaan yang terjangkau, regulasi ini juga berpotensi mendorong inovasi digitalisasi pemasaran rumah oleh pengembang dan UMKM.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index