JAKARTA - Harga minyak dunia bergerak stabil dalam perdagangan terbaru, menandakan pasar masih berupaya menyeimbangkan antara potensi kenaikan produksi dan ancaman kelebihan pasokan di tahun mendatang.
Di tengah berbagai sentimen yang saling bertolak belakang, pelaku pasar tetap berhati-hati menghadapi dinamika kebijakan OPEC+ dan proyeksi peningkatan produksi dari sejumlah negara produsen besar.
Mengacu pada pergerakan terkini, kontrak berjangka minyak mentah Brent hanya turun tipis 2 sen atau 0,03% menjadi US$65,45 per barel. Sementara itu, West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat justru mengalami sedikit kenaikan sebesar 4 sen atau 0,06% ke posisi US$61,73 per barel.
OPEC+ Tahan Laju Produksi, Sinyal Kehati-hatian di Tengah Ketidakpastian
Pada sesi sebelumnya, harga minyak sempat menguat lebih dari 1% setelah OPEC+ memutuskan untuk menambah produksi sebesar 137.000 barel per hari mulai November. Keputusan ini ternyata jauh lebih rendah dari perkiraan pasar yang semula memperkirakan peningkatan signifikan.
Langkah OPEC+ tersebut dinilai sebagai bentuk kehati-hatian dalam merespons kondisi pasar global. Analis ING menyebutkan bahwa kelompok produsen minyak itu tidak ingin bersikap terlalu agresif, karena proyeksi menunjukkan adanya risiko surplus pasokan global pada kuartal IV-2025 hingga awal tahun depan.
Sementara itu, Arab Saudi tetap mempertahankan harga jual resmi minyak mentahnya ke Asia, padahal sebelumnya sempat diprediksi akan ada kenaikan. Keputusan ini turut menenangkan pasar yang sebelumnya khawatir akan lonjakan harga.
Di sisi lain, Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) memilih menaikkan harga jual minyak acuan Murban untuk November menjadi US$70,22 per barel dari US$70,10 pada bulan sebelumnya, mencerminkan optimisme moderat terhadap permintaan regional.
Permintaan Tetap Kuat, Didukung Kenaikan Konsumsi India
Dari sisi permintaan, kabar positif datang dari India yang mencatat kenaikan konsumsi bahan bakar hingga 7% secara tahunan pada September. Angka ini menunjukkan bahwa permintaan energi di pasar negara berkembang masih solid, meskipun tekanan global terhadap ekonomi dunia belum sepenuhnya mereda.
Peningkatan konsumsi di India menjadi salah satu faktor yang menjaga stabilitas harga, mengimbangi kekhawatiran terhadap potensi kelebihan pasokan di tahun mendatang. Meski begitu, analis tetap menilai bahwa keseimbangan pasar masih rapuh dan sangat bergantung pada koordinasi kebijakan antara negara produsen besar.
Produksi Global Terus Meningkat, Stok Minyak Bertambah
Dari sisi pasokan, Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai rekor produksi tertinggi sebesar 13,53 juta barel per hari tahun ini. Angka tersebut naik dari perkiraan sebelumnya yang berada di level 13,44 juta barel per hari, menurut laporan Badan Informasi Energi (EIA).
EIA juga memperkirakan bahwa persediaan minyak global akan terus meningkat sepanjang 2025, seiring dengan ekspansi produksi dari negara-negara non-OPEC+. Kondisi ini berpotensi memberikan tekanan tambahan terhadap harga minyak jika permintaan global tidak tumbuh seimbang.
Laporan JPMorgan menunjukkan bahwa stok minyak global, termasuk yang disimpan di kapal, bertambah 123 juta barel sepanjang September.
Di Amerika Serikat, data terbaru mencatat kenaikan stok minyak mentah sebesar 2,78 juta barel pada pekan yang berakhir 3 Oktober. Namun, stok bensin dan distilat justru menurun masing-masing sebesar 1,25 juta dan 1,82 juta barel.
Faktor Geopolitik dan Energi Tiongkok Jadi Sorotan
Selain faktor pasokan dan permintaan, kondisi geopolitik juga masih memberikan pengaruh terhadap harga minyak. Tiongkok mempercepat pembangunan fasilitas cadangan minyak sebagai bagian dari strategi meningkatkan ketahanan energi nasional.
Langkah ini menunjukkan keseriusan Beijing dalam mengamankan pasokan di tengah ketidakpastian pasar global. Sementara itu, ketegangan Rusia-Ukraina masih menimbulkan gangguan terhadap stabilitas pasokan.
Salah satu kilang terbesar Rusia di Kirishi terpaksa menghentikan operasi unit distilasi utama akibat serangan drone pada awal Oktober. Menurut laporan, pemulihan operasional diperkirakan memakan waktu sekitar satu bulan.
Gangguan tersebut menambah kekhawatiran terhadap pasokan minyak Rusia, meskipun secara umum pasar menilai dampaknya masih terbatas. Di sisi lain, upaya diplomasi dan diversifikasi pasokan di kawasan Asia dinilai dapat membantu menjaga keseimbangan harga minyak dalam jangka pendek.
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, pasar minyak dunia kini berada dalam fase keseimbangan yang rapuh. Keputusan OPEC+ untuk berhati-hati dalam menambah produksi, kenaikan konsumsi di negara berkembang, serta perkembangan geopolitik menjadi faktor utama yang menentukan arah harga ke depan.
Meski harga masih stabil, analis memperingatkan bahwa volatilitas tetap tinggi. Selama pasokan global terus meningkat tanpa diimbangi oleh permintaan yang kuat, harga minyak kemungkinan akan bergerak dalam kisaran terbatas.
Namun, jika ketegangan geopolitik memburuk atau terjadi gangguan produksi di wilayah utama, lonjakan harga jangka pendek masih sangat mungkin terjadi.