JAKARTA - Di tengah pesatnya perkembangan layanan transportasi berbasis aplikasi, isu kesenjangan tarif antaraplikator di Kota Balikpapan akhirnya memantik perhatian serius DPRD setempat. Kebijakan baru berupa penyeragaman tarif transportasi online kini mendapatkan dukungan penuh dari lembaga legislatif daerah sebagai solusi atas persaingan tidak sehat yang selama ini terjadi di lapangan.
Ketua Komisi III DPRD Kota Balikpapan, H. Yusri, menyampaikan bahwa keberadaan Peraturan Gubernur Kalimantan Timur yang mengatur tarif seragam, yang kemudian diperkuat melalui Surat Edaran Wali Kota Balikpapan, menjadi bentuk kehadiran negara dalam menciptakan keadilan bagi semua pelaku transportasi digital.
Yusri menekankan pentingnya intervensi pemerintah dalam menjaga ekosistem usaha agar tetap sehat dan inklusif. Menurutnya, jika penentuan tarif dibiarkan sepenuhnya pada mekanisme pasar, maka dominasi akan dimiliki oleh perusahaan besar yang memiliki modal kuat. Hal itu berpotensi menyingkirkan pemain-pemain kecil dan merugikan mitra pengemudi.
"Kalau hanya diserahkan pada mekanisme pasar, yang kuat akan semakin kuat. Pemerintah daerah harus hadir untuk menyeimbangkan kondisi ini," ujar Yusri.
Pernyataan tersebut muncul menyusul rangkaian pertemuan intensif antara Komisi III DPRD Balikpapan bersama Dinas Perhubungan (Dishub) serta sejumlah perwakilan aplikator transportasi daring. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang telah dilaksanakan sebelumnya, semua pihak sepakat untuk menjalankan kebijakan penyeragaman tarif, baik untuk layanan ojek online (roda dua) maupun taksi online (roda empat).
Yusri juga menegaskan bahwa komitmen tersebut tidak bersifat imbauan semata. Akan ada sanksi tegas yang menanti aplikator jika mereka melanggar kesepakatan tarif seragam ini.
“Apabila ada aplikator yang tidak patuh, maka konsekuensinya adalah penutupan operasional di wilayah Balikpapan,” tegasnya.
Langkah ini menjadi bentuk keseriusan pemerintah daerah dan DPRD dalam memastikan tidak ada aktor usaha yang bermain curang di sektor transportasi digital. Ketimpangan tarif selama ini memang menimbulkan kerugian tersendiri bagi mitra pengemudi, terutama mereka yang berada di bawah naungan aplikator dengan skema tarif lebih rendah.
Di sisi lain, adanya perbedaan tarif juga menciptakan ilusi persaingan di mata konsumen. Tarif murah yang ditawarkan satu aplikator mungkin tidak mencerminkan efisiensi biaya, melainkan praktik subsidi silang yang hanya bisa dilakukan oleh perusahaan dengan dukungan modal besar. Akibatnya, perusahaan kecil atau lokal kesulitan bersaing, sementara mitra pengemudi tertekan oleh pendapatan yang menurun.
Yusri menyampaikan harapan agar kebijakan tarif seragam ini tak hanya menjadi solusi jangka pendek, melainkan juga pintu masuk untuk perbaikan sistem transportasi digital ke depan. Ia menekankan pentingnya menciptakan ekosistem transportasi yang adil dan berkelanjutan, baik dari sisi pengemudi, aplikator, hingga konsumen.
“Kami berharap ini menjadi solusi awal dalam membangun sistem transportasi digital menjadi lebih baik lagi kedepannya,” pungkasnya.
Dalam konteks regional, Balikpapan sebagai kota penyangga utama di Kalimantan Timur tentu memiliki peran strategis dalam pengembangan sistem transportasi yang modern dan merata. Apalagi dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang terus berlangsung, Balikpapan menjadi titik penting penghubung logistik dan mobilitas masyarakat. Maka dari itu, kebijakan seperti penyeragaman tarif ini juga bisa menjadi model yang layak ditiru oleh daerah lain.
Langkah Komisi III DPRD Kota Balikpapan pun dipandang sebagai bentuk proaktif dalam mengawasi implementasi kebijakan publik. Dengan melibatkan Dishub dan pihak aplikator secara langsung, mereka tidak hanya membuat regulasi di atas kertas, tetapi juga memastikan pelaksanaannya di lapangan berjalan optimal.
Dukungan legislatif terhadap kebijakan eksekutif juga menunjukkan sinergi yang baik antarinstansi pemerintah daerah dalam menjawab kebutuhan masyarakat. Baik pengguna layanan transportasi daring maupun mitra pengemudi kini memiliki kejelasan hukum terkait struktur tarif yang berlaku di wilayah Balikpapan.
Dengan adanya tarif yang telah diseragamkan, maka peluang bagi mitra pengemudi untuk mendapatkan penghasilan yang layak lebih terbuka. Ini juga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya eksploitasi terhadap pengemudi oleh aplikator, serta meningkatkan kepuasan konsumen karena tidak lagi dihadapkan pada ketimpangan harga antarplatform.
DPRD Kota Balikpapan pun menegaskan akan terus memantau perkembangan implementasi tarif seragam ini. Mereka tidak segan-segan untuk menindak aplikator yang kedapatan melanggar aturan yang telah disepakati bersama. Penegakan hukum terhadap pelanggaran menjadi kunci dalam memastikan keberhasilan kebijakan ini.
Sebagai langkah lanjutan, Yusri menyatakan pentingnya terus mengembangkan dialog antara pemangku kepentingan. Forum-forum diskusi seperti RDP akan terus dihidupkan untuk merespons dinamika yang terjadi di lapangan, termasuk jika nantinya diperlukan penyesuaian tarif sesuai dengan kondisi ekonomi daerah.
Dengan semangat kolaborasi dan komitmen kuat dari pemerintah daerah serta DPRD, sistem transportasi daring di Balikpapan kini tengah diarahkan menuju tata kelola yang lebih berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan semua pihak. Penyeragaman tarif bukanlah tujuan akhir, melainkan awal dari perjalanan panjang menuju sistem transportasi digital yang inklusif dan berkelanjutan.