Petani Kopi Cibeureum Terjepit Harga dan Pupuk

Kamis, 17 Juli 2025 | 13:57:45 WIB
Petani Kopi Cibeureum Terjepit Harga dan Pupuk

JAKARTA - Di balik aroma khas kopi Cibeureum yang kerap memikat para penikmat kopi, terdapat kisah panjang perjuangan para petani lokal. Wilayah yang dikenal dengan hamparan kebun kopinya itu masih menghadapi tantangan besar mulai dari fluktuasi harga, serangan hama, hingga akses terhadap pupuk bersubsidi yang terbatas. Meskipun punya potensi besar untuk dikembangkan, kesejahteraan petani kopi di kawasan ini justru kian tertekan.

Kepala Desa Cibeureum, Eka Rismaya, menjelaskan bahwa salah satu tantangan utama yang dihadapi para petani adalah ketidakstabilan harga kopi. Ia menilai bahwa kondisi ini sangat dipengaruhi oleh dinamika industri kopi global, terutama dari negara-negara produsen besar seperti Brazil dan Vietnam.

“Negara-negara penghasil kopi itu sangat berpengaruh seperti Brazil dan Vietnam. Untuk tahun kemarin karena Brazil dan Vietnam gagal panen, dampaknya di sini harga sampai Rp70 ribu per kilo. Kadang suka kebanjiran pesanan juga. Tapi kalau Brazil dan Vietnamnya berhasil panen, di sini harga turun. Sekarang turunnya itu bisa sampai Rp18 ribu,” ujar Eka.

Saat harga pasar sedang berada di titik rendah, para petani di Cibeureum memilih untuk menyimpan biji kopi mereka agar dapat dijual saat harga kembali membaik. Keputusan ini bukan tanpa risiko, namun dianggap sebagai strategi bertahan di tengah tekanan ekonomi.

“Kalau harganya di bawah Rp25.000 atau Rp30.000, mending disimpan. Nanti dijualnya di tahun depan. Nanti kan ada saat harganya bagus. Biasanya dua tiga bulan setelah panen itu bisa naik. Apalagi kopi setelah dijemur kering itu bisa bertahan lama, bisa satu sampai dua tahun. Dan harga kopi yang disimpan lama itu lebih mahal soalnya aromanya semakin kuat,” sambung Eka.

Eka berharap ke depan pemerintah dapat berperan lebih aktif dalam menjaga stabilitas harga kopi, agar petani tidak selalu dirugikan ketika harga pasar global bergejolak.

“Ada kepedulian pemerintah di mana harga turun pemerintah bisa menanggulangi baik dalam bentuk kredit pinjaman lunak, menampung hasil panen dengan harga yang agak tinggi. Karena petani kan kadang terdesak kebutuhan, jadi mau tidak mau yah dijual,” harapnya.

Selain harga yang tak menentu, para petani kopi di Cibeureum juga menghadapi hambatan besar terkait akses terhadap pupuk bersubsidi. Menurut Eka, petani kopi belum sepenuhnya masuk dalam kategori prioritas penerima subsidi karena dianggap tidak termasuk dalam kuota pangan nasional.

“Kita mulai kesulitan dengan diterapkannya pupuk bersubsidi tapi kita petani kopi tidak masuk dalam kuota pangan nasional. Meskipun masuk juga masih kecil banget. Sementara itu kan tetap perlu pupuk. Sehingga kalau beli pupuknya non-subsidi petani agak keberatan karena biaya yang besar. Padahal pupuk penting banget untuk mencegah hama,” jelas Eka.

Sebagai solusi jangka pendek, para petani Cibeureum mulai memproduksi pupuk organik sendiri dari kotoran hewan seperti kambing dan ayam. Namun, Eka menegaskan bahwa pada masa tertentu tetap diperlukan pupuk kimia untuk mendukung produktivitas tanaman.

“Kalau yang non-subsidi mahal bisa dikisaran harga Rp10.000 sampai Rp12.000. Kalau subsidi kan Rp2.000. Solusinya masyarakat kita pakai pupuk organik baik itu kotoran hewan berupa kambing atau ayam. Tapi tetap untuk masa tertentu harus ada pupuk kimianya,” tambahnya.

Di sisi lain, petani bernama Raji yang telah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia pertanian kopi, menyebutkan bahwa hama menjadi salah satu faktor yang kerap memperlambat proses panen. Cuaca yang tidak menentu turut memperparah kondisi tersebut.

“Dari mulai bibit sampai panen itu robusta 3 tahunan lah. Itu kalau hamanya sedikit tapi kalau banyak hama rumput liar itu yah lama. Kadang juga malah nggak berbuah, daunnya itu pada robek kayak kebakar. Penyebabnya karena cuaca juga, kalau hujan terus kebanyakan kurang buahnya,” kata Raji.

Proses pengolahan kopi yang dilakukan oleh Raji cukup sederhana, yakni dikeringkan selama dua hingga tiga minggu, tergantung kondisi cuaca, lalu dijual ke pengepul. Ia belum mengolah kopinya sendiri, namun menilai prospeknya masih cukup menjanjikan.

“Kalau keras itu tandanya sudah mateng, baru bisa diangkat. Tapi kalau masih basah itu masih harus dikeringkan lagi. Baru bisa dijual ke pengepul. Potensinya masih lumayan,” tambahnya.

Untuk mengatasi fluktuasi harga dan memperkuat posisi petani, petani lain bernama Baim mendorong pengelolaan kopi oleh pemerintah desa melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Menurutnya, hal ini bisa menciptakan stabilitas harga dan meningkatkan kesejahteraan warga.

“Harapan saya sebenarnya pemerintah desa semua kopi dikelola sama Bumdes, nanti untuk masalah harga kopi distabilkan oleh Bumdes sehingga kopi harganya tidak turun ataupun naik. Desanya maju, petani safety,” ujar Baim.

Lebih lanjut, Baim menilai bahwa pengembangan potensi pariwisata berbasis kopi dapat menjadi solusi tambahan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Dengan keindahan lanskap alam Cibeureum yang kaya akan terasering, setu, dan lahan pinus, ia mengusulkan konsep wisata edukatif berbasis kebun kopi.

“Kopi Cibeureum sudah layak menjadi desa wisata. Sangat besar potensinya untuk dikembangkan. Cibeureum punya terasering, ada setu, kopi dan ada juga bukit Lambosir, ada juga lahan pinus yang luar biasa. Tinggal kita mengemasnya saja,” jelasnya.

Salah satu gagasan konkret Baim adalah “jeep edukasi”, di mana wisatawan akan diajak berkeliling kebun kopi, menyaksikan langsung proses pengolahan, hingga mencicipi dan membeli produk kopi dari petani.

“Kalau konsep ini masuk, saya yakin penggali akan sedikit-demi sedikit hilang, karena semua yang punya kopi kan orang galian. Kenapa berdampak, karena konsep jeep edukasi tidak satu waktu. Kita akan mapping semua yang punya kebun kopi, misalnya hari pertama di kebun si A, hari kedua di B, dan hari ketiga di C,” pungkas Baim.

Terkini

Penyeberangan Tigaras Simanindo Kembali Beroperasi

Kamis, 17 Juli 2025 | 08:54:01 WIB

Manfaat Madu untuk Kecantikan Kulit

Kamis, 17 Juli 2025 | 14:01:32 WIB

10 Destinasi Wisata Ramah Muslim

Kamis, 17 Juli 2025 | 14:04:30 WIB

Dominasi BYD di Pasar EV Kian Kuat

Kamis, 17 Juli 2025 | 14:11:14 WIB