JAKARTA — Kenaikan harga emas dunia kembali menarik perhatian pasar global setelah logam mulia ini menembus rekor tertingginya.
Lonjakan tersebut dipicu oleh permintaan yang meningkat dari bank sentral berbagai negara serta meningkatnya kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi dan geopolitik global. Meskipun prospeknya masih positif, para analis mengingatkan investor agar tidak terburu-buru dan tetap menerapkan strategi investasi yang cermat.
Emas Dunia dan Emas Antam Sama-Sama Menguat
Harga emas dunia tercatat naik signifikan hingga mencapai US$ 4.033,52 per ons troi, menguat 1,2% dibandingkan hari sebelumnya. Kenaikan ini menjadikan emas global mencatat rekor baru, mempertegas posisinya sebagai aset lindung nilai utama di tengah dinamika ekonomi global yang belum stabil.
Tidak hanya di pasar internasional, harga emas Antam di dalam negeri juga mengalami penguatan. Harga jual emas Antam naik Rp 12.000 menjadi Rp 2.238.120 per gram, sementara harga buyback turut naik Rp 12.000 ke level Rp 2.296.000 per gram.
Kenaikan ganda ini menunjukkan bahwa pasar emas global dan domestik tengah bergerak seiring dalam tren penguatan.
Menurut para pelaku pasar, peningkatan harga emas Antam juga mencerminkan tingginya minat masyarakat terhadap instrumen investasi yang relatif aman di tengah ketidakpastian ekonomi dunia.
Lonjakan harga ini semakin memperkuat pandangan bahwa emas tetap menjadi pilihan utama investor dalam menghadapi potensi fluktuasi ekonomi dan nilai tukar.
Permintaan Bank Sentral Jadi Faktor Utama Kenaikan Harga
Analis Mata Uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa salah satu pendorong utama kenaikan harga emas saat ini adalah permintaan besar dari bank-bank sentral dunia, terutama dari China.
Langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat cadangan devisa negara dan melindungi aset dari potensi penurunan nilai mata uang.
Selain itu, ketegangan geopolitik yang masih terjadi di sejumlah kawasan turut memberikan dorongan tambahan terhadap permintaan emas. Dalam kondisi seperti ini, emas dianggap sebagai aset yang aman (safe haven) karena nilainya cenderung stabil bahkan meningkat ketika pasar keuangan menghadapi tekanan.
“Tren ini masih akan berlanjut dan menjadi bagian dari proses yang panjang,” ujar Lukman. Ia menilai momentum penguatan harga emas masih akan terus berlanjut karena permintaan global yang tinggi dan pasokan yang terbatas.
Ketidakpastian geopolitik, termasuk konflik yang belum usai dan ancaman perlambatan ekonomi di beberapa kawasan, menjadi alasan utama investor beralih ke aset aman seperti emas.
Prospek Emas Tetap Positif Hingga Tahun Depan
Dalam pandangan Lukman, harga emas dunia diperkirakan akan bertahan di kisaran US$ 4.000 per ons troi hingga akhir tahun 2025. Bahkan, ia menilai ada peluang kenaikan tambahan sekitar 5% jika kondisi makroekonomi global tidak menunjukkan perbaikan signifikan.
Untuk pasar domestik, harga emas Antam diproyeksikan dapat menembus level Rp 2,4 juta per gram, sejalan dengan tren penguatan di pasar global. Ia juga memperkirakan bahwa untuk jangka menengah, harga emas dunia berpotensi menembus US$ 5.000 per ons troi pada tahun depan.
Optimisme tersebut muncul karena faktor-faktor pendukung seperti penurunan suku bunga global, tingginya permintaan industri perhiasan dan teknologi, serta aktivitas pembelian bank sentral yang masih konsisten. Kombinasi ini menjadikan logam mulia tetap memiliki daya tarik tinggi bagi investor, baik individu maupun institusional.
Strategi Investasi: Akumulasi Bertahap Hadapi Fluktuasi Harga
Meskipun tren penguatan emas masih berlanjut, Lukman mengingatkan agar investor tetap waspada terhadap potensi koreksi harga. Menurutnya, meski koreksi bisa terjadi sewaktu-waktu, hal itu justru membuka peluang untuk melakukan pembelian tambahan dengan harga yang lebih efisien.
“Sebab, koreksi ini bukan hal yang pasti. Idealnya, investor mesti terus mengakumulasi walau harga tidak turun,” jelasnya. Lukman menyarankan agar investor menerapkan strategi dollar cost averaging (DCA), yaitu membeli emas secara bertahap dalam periode tertentu tanpa menunggu harga turun drastis.
Dengan cara ini, investor bisa mendapatkan harga rata-rata yang lebih stabil dan mengurangi risiko membeli di titik tertinggi.
Strategi DCA juga memungkinkan investor tetap memanfaatkan momentum ketika tren bullish emas berlanjut. Dalam jangka panjang, pendekatan ini membantu menjaga nilai investasi agar tetap bertumbuh meski terjadi fluktuasi harga jangka pendek.
Selain itu, ia menegaskan pentingnya diversifikasi portofolio investasi. Emas sebaiknya dijadikan salah satu instrumen dalam porsi seimbang bersama aset lain seperti saham, obligasi, atau reksa dana pasar uang.
Kombinasi tersebut dapat membantu menjaga stabilitas nilai investasi secara keseluruhan, terutama dalam menghadapi kondisi ekonomi global yang tidak pasti.
Secara keseluruhan, momentum kenaikan harga emas dunia memberikan sinyal positif bagi investor. Namun, disiplin dalam strategi investasi tetap menjadi kunci agar tidak terjebak dalam euforia pasar.
Dengan mengelola portofolio secara cermat dan melakukan pembelian bertahap, investor dapat tetap menikmati potensi keuntungan dari tren penguatan emas tanpa menghadapi risiko yang berlebihan.