BANSOS

Dedi Mulyadi Usulkan Suami Harus Terlibat dalam Program Keluarga Berencana untuk Dapat Bantuan Sosial

Dedi Mulyadi Usulkan Suami Harus Terlibat dalam Program Keluarga Berencana untuk Dapat Bantuan Sosial
Dedi Mulyadi Usulkan Suami Harus Terlibat dalam Program Keluarga Berencana untuk Dapat Bantuan Sosial

JAKARTA - Wacana yang cukup kontroversial datang dari tokoh politik Dedi Mulyadi yang baru-baru ini mencuri perhatian publik dengan usulan yang memicu perdebatan. Dalam pernyataannya yang viral, Dedi Mulyadi mengusulkan agar kepesertaan suami dalam program Keluarga Berencana (KB) dijadikan syarat utama untuk menerima bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Pernyataan ini segera menuai banyak reaksi dari berbagai kalangan, baik yang mendukung maupun yang menentangnya.

Usulan ini, menurut Dedi Mulyadi, bertujuan untuk mengoptimalkan partisipasi suami dalam perencanaan keluarga dan mendukung program pemerintah dalam mengendalikan angka kelahiran serta meningkatkan kualitas keluarga di Indonesia. Ia menganggap bahwa dalam banyak kasus, program KB lebih sering dipandang sebagai tanggung jawab istri, padahal peran suami sangat penting dalam keberhasilan program tersebut.

Dedi Mulyadi: Peran Suami dalam Keluarga Berencana Harus Ditingkatkan

Dalam pernyataannya, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa selama ini program Keluarga Berencana di Indonesia lebih menekankan pada partisipasi istri tanpa melibatkan suami secara maksimal. Padahal, menurutnya, untuk mencapai keberhasilan dalam mengendalikan jumlah kelahiran dan menciptakan keluarga yang sejahtera, peran serta suami tidak bisa diabaikan.

“Selama ini, KB lebih identik dengan perempuan. Padahal, keluarga adalah tanggung jawab bersama antara suami dan istri. Jadi, saya rasa sudah saatnya suami juga ikut terlibat secara langsung. Jika mereka ingin mendapatkan bantuan sosial, maka suami harus terlibat dalam program KB,” ujar Dedi Mulyadi dalam pernyataan yang dikutip oleh media, Selasa (29/4/2025).

Pernyataan ini menarik perhatian publik, terutama mengingat pentingnya peran keluarga dalam penerimaan bantuan sosial. Bagi Dedi Mulyadi, keberhasilan program Keluarga Berencana tidak hanya bergantung pada istri, tetapi juga pada keputusan yang diambil bersama oleh suami-istri sebagai pasangan yang berkomitmen untuk merencanakan keluarga mereka dengan bijaksana.

Tujuan Usulan: Meningkatkan Kesadaran Keluarga dalam Pengelolaan Kesejahteraan

Lebih lanjut, Dedi menjelaskan bahwa salah satu tujuan dari mengikutsertakan suami dalam program KB adalah untuk meningkatkan kesadaran keluarga dalam pengelolaan kesejahteraan keluarga secara lebih menyeluruh. Hal ini dinilai sangat penting karena keluarga yang memiliki perencanaan matang dalam aspek jumlah anak dan kesejahteraannya akan lebih mudah menerima bantuan sosial yang diberikan pemerintah.

“Bantuan sosial yang diberikan pemerintah seharusnya tidak hanya dilihat sebagai bantuan finansial, tetapi juga sebagai cara untuk mendidik masyarakat dalam merencanakan keluarga secara bijaksana. Jika suami ikut terlibat, maka pengelolaan kesejahteraan keluarga bisa lebih efektif,” tegasnya.

Dedi Mulyadi juga menyebutkan bahwa dalam banyak kasus, suami seringkali tidak terlibat dalam keputusan-keputusan penting mengenai jumlah anak dan perencanaan keluarga. Oleh karena itu, jika pemerintah ingin memastikan bahwa keluarga yang menerima bantuan sosial benar-benar memanfaatkannya dengan baik, maka program KB yang melibatkan kedua belah pihak harus menjadi syarat utama.

Tanggapan Positif dan Negatif dari Masyarakat

Wacana ini langsung mendapatkan berbagai reaksi dari masyarakat, terutama kalangan politisi, aktivis, dan masyarakat umum. Sebagian pihak mendukung ide ini, dengan alasan bahwa keterlibatan suami dalam program KB akan membuat keluarga lebih memiliki komitmen bersama dalam merencanakan masa depan mereka. Dukungan tersebut juga datang dari beberapa kalangan yang menilai bahwa usulan Dedi Mulyadi dapat memperbaiki pola pikir masyarakat terkait perencanaan keluarga yang lebih bertanggung jawab.

Namun, tidak sedikit pula yang mengkritik usulan tersebut. Banyak pihak yang berpendapat bahwa wacana ini bisa dianggap sebagai langkah mundur dalam perjuangan hak perempuan, terutama terkait kebebasan perempuan dalam mengambil keputusan tentang tubuh mereka sendiri dan perencanaan keluarga. Beberapa aktivis perempuan menyatakan bahwa mengharuskan suami terlibat dalam program KB sebagai syarat untuk menerima bantuan sosial justru bisa memperburuk posisi perempuan yang mungkin sudah cukup tertekan dengan norma-norma sosial yang ada.

Seorang aktivis perempuan yang menanggapi wacana ini, Ratna Sari, mengatakan, "Ini bisa berpotensi merugikan perempuan. Keluarga berencana seharusnya menjadi keputusan bersama antara suami dan istri, tetapi tidak bisa dipaksakan sebagai syarat untuk mendapatkan bantuan sosial. Ini seharusnya tidak menjadi alat untuk mengontrol perempuan."

Implikasi Sosial dan Kebijakan Pemerintah

Di sisi lain, kebijakan yang melibatkan suami dalam program Keluarga Berencana sebagai syarat penerima bansos ini tentunya akan membawa perubahan besar dalam penerapan bantuan sosial di Indonesia. Pihak pemerintah tentu akan memerlukan kajian mendalam terkait bagaimana usulan tersebut dapat diimplementasikan secara adil dan tidak menimbulkan diskriminasi terhadap kelompok tertentu.

Pemerintah juga akan menghadapi tantangan dalam menyosialisasikan perubahan ini, terutama di daerah-daerah yang masih memiliki tingkat pemahaman rendah mengenai pentingnya perencanaan keluarga yang melibatkan kedua belah pihak. Program seperti ini memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif untuk memastikan bahwa tujuan utamanya, yaitu peningkatan kualitas keluarga, benar-benar tercapai tanpa menimbulkan ketimpangan sosial atau ketidaksetaraan.

Harapan ke Depan

Terlepas dari berbagai pro dan kontra yang muncul, Dedi Mulyadi berharap bahwa wacana ini dapat membuka diskusi lebih lanjut mengenai peran keluarga dalam pembangunan bangsa, terutama dalam aspek kesejahteraan sosial. Menurutnya, jika program KB dapat melibatkan seluruh anggota keluarga, bukan hanya istri, maka tujuan untuk menciptakan keluarga yang sehat, bahagia, dan sejahtera akan lebih mudah tercapai.

“Kita perlu merubah mindset masyarakat bahwa keluarga berencana adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya salah satu pihak. Jika suami dan istri bekerja sama, maka keluarga akan lebih kuat, dan kesejahteraan keluarga juga akan lebih terjamin,” tutup Dedi Mulyadi.

Pernyataan ini, meskipun kontroversial, membuka ruang bagi pembicaraan lebih lanjut tentang bagaimana program bantuan sosial di Indonesia dapat lebih efektif dan melibatkan semua pihak dalam meningkatkan kualitas hidup keluarga. Wacana tersebut tentu akan terus menjadi sorotan di kalangan masyarakat, dengan banyak yang berharap kebijakan serupa dapat disosialisasikan dengan bijak dan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index