pengertian teori ketergantungan

Pengertian Teori Ketergantungan, Ciri ciri, dan Bentuknya

Pengertian Teori Ketergantungan, Ciri ciri, dan Bentuknya
pengertian teori ketergantungan

JAKARTA - Pengertian teori ketergantungan menggambarkan bahwa setiap individu saling membutuhkan untuk bertahan hidup, begitu juga dengan negara.

Meskipun suatu negara memiliki sumber daya alam dan manusia yang cukup, tetap saja ada kebutuhan untuk menjalin hubungan dan mendapatkan bantuan dari negara lain. 

Hubungan ini dapat mendukung perkembangan negara, membuat berbagai urusan menjadi lebih mudah, terutama dalam hal pembangunan. Negara-negara yang saling bergantung bisa dianalisis dengan teori ketergantungan. 

Ketergantungan antarnegara memang memiliki dua sisi: satu sisi memberikan keuntungan, sementara sisi lainnya bisa membawa kerugian. 

Pengertian teori ketergantungan ini menunjukkan kompleksitas dalam hubungan internasional antarnegara.

Pengertian Teori Ketergantungan dan Ciri-cirinya

Pengertian teori ketergantungan mengacu pada konsep ketergantungan, yang dalam KBBI berarti hubungan sosial di mana seseorang atau kelompok bergantung pada pihak lain. 

Dalam konteks ekonomi, ketergantungan ini merujuk pada pengaruh negara-negara besar terhadap negara-negara lebih kecil, terutama dalam pembangunan. 

Teori ketergantungan atau dependency theory, seperti yang dijelaskan oleh Theotonio Dos Santos, mengungkapkan bahwa perkembangan ekonomi negara-negara tertentu sangat dipengaruhi oleh negara-negara lain, dengan peran negara-negara kecil cenderung sebagai penerima dampak. 

Selain itu, Osvaldo Sunkel melihat teori ini sebagai gambaran bagaimana pengaruh eksternal—baik ekonomi, politik, maupun budaya—membentuk kebijakan pembangunan nasional. 

Susanne Bodenheimer menambahkan bahwa ketergantungan merupakan proses panjang yang dimulai dari keterlibatan negara-negara Latin Amerika dalam sistem internasional yang didominasi negara maju sejak abad ke-16. 

Aspek penting dari teori ini adalah analisis ketergantungan yang terjadi antara negara pinggiran dan negara dominan, yang menyoroti masalah ketertinggalan dan peran negara-negara berkembang dalam sistem global.

Pemikiran-pemikiran Ahli mengenai Teori Ketergantungan

Menurut informasi yang diperoleh dari laman id.wikipedia.org, berikut adalah pemikiran beberapa ahli mengenai teori ketergantungan atau teori depedensi.

Pemikiran Raul Prebisch

Raul Prebisch mengkritik konsep pembagian kerja internasional (International Division of Labor/IDL) yang dianggapnya sudah usang. Dalam pandangannya, IDL menjadi penyebab utama masalah pembangunan di Amerika Latin. 

Teori ini mengedepankan spesialisasi produksi di tiap negara, di mana negara-negara berkembang memproduksi hasil pertanian sementara negara maju memproduksi barang industri. 

Akibatnya, negara maju menjadi kaya sedangkan negara berkembang tetap miskin meskipun ada perdagangan antara keduanya yang seharusnya menguntungkan. 

Analisis Raul Prebisch mengenai kemiskinan negara-negara pinggiran mencakup beberapa poin penting:

  • Nilai tukar komoditas pertanian menurun dibandingkan dengan barang industri, sehingga negara pertanian mengalami defisit perdagangan saat berbisnis dengan negara industri.
  • Negara industri sering melakukan proteksi terhadap hasil pertanian domestik mereka, sehingga negara pertanian kesulitan mengekspor barang ke negara industri.
  • Penemuan teknologi yang memungkinkan pembuatan bahan mentah sintetis mengurangi permintaan terhadap bahan mentah dari negara pinggiran, yang mengurangi ekspor mereka.
  • Kemakmuran yang berkembang di negara industri memperkuat politik buruh, yang pada gilirannya meningkatkan upah dan harga barang industri, sementara harga barang pertanian tetap stabil.

Pemikiran Neo-Marxisme

Teori ketergantungan juga dipengaruhi oleh pemikiran Neo-Marxisme yang berakar dari keberhasilan revolusi di Tiongkok dan Kuba. 

Revolusi ini telah membantu menyebarkan ideologi Marxisme di universitas-universitas di Amerika Latin, yang kemudian melahirkan generasi baru yang mengidentifikasi dirinya dengan Neo-Marxisme. 

Beberapa pandangan Neo-Marxisme tentang teori ketergantungan mencakup:

  • Neo-Marxisme melihat imperialisme dari perspektif negara-negara pinggiran, dengan fokus pada dampak imperialisme terhadap negara-negara dunia ketiga.
  • Neo-Marxisme berpendapat bahwa negara dunia ketiga telah siap untuk melakukan revolusi sosialis.
  • Pendekatan Neo-Marxisme terinspirasi oleh revolusi di Tiongkok dan Kuba, yang mengutamakan potensi revolusioner dari petani pedesaan dan perjuangan gerilya oleh tentara rakyat.

Pemikiran Paul Baran

Paul Baran, seorang pemikir dengan latar belakang Marxis, memiliki pandangan berbeda dari Karl Marx terkait pembangunan di negara-negara dunia ketiga. 

Marx berpandangan bahwa interaksi antara negara kapitalis maju dengan negara-negara pra-kapitalis yang masih terbelakang akan mendorong transformasi dan kemajuan negara-negara tersebut ke arah yang sama seperti yang dialami negara kapitalis Eropa. 

Namun, Baran menentangnya. Menurutnya, keterlibatan negara kapitalis justru memperburuk kondisi negara-negara pinggiran, menghambat pertumbuhan mereka, dan membuat mereka terus berada dalam keadaan tertinggal.

Baran menekankan bahwa kapitalisme yang tumbuh di negara pinggiran tidak mengikuti pola yang sama dengan di negara pusat. 

Ia mengibaratkan kapitalisme di wilayah pinggiran seperti seseorang yang menderita penyakit kretinisme—yakni kondisi yang menyebabkan seseorang tetap kerdil dan tidak bisa berkembang secara normal. 

Baginya, keberhasilan kapitalisme di negara pusat ditopang oleh tiga prasyarat utama, yaitu:

  • Adanya peningkatan produksi yang menyebabkan masyarakat petani di desa tercerabut dari lahan mereka.
  • Meningkatnya produksi barang-barang yang disertai dengan pembagian kerja, yang kemudian menciptakan kelas sosial: satu kelompok menjadi buruh yang menjual tenaga kerjanya, sementara kelompok lainnya menjadi majikan yang memperoleh keuntungan.
  • Terjadi penumpukan kekayaan di tangan pedagang dan tuan tanah, yang memperkuat struktur ekonomi kapitalis di negara pusat.

Sejarah Teori Ketergantungan

Teori ketergantungan mulai dirintis pada akhir dekade 1950-an oleh Raul Prebisch, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Komisi Ekonomi untuk Amerika Latin. 

Ia bersama rekan-rekannya merasa ragu terhadap kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat di negara-negara maju ternyata tidak membawa dampak positif bagi negara-negara miskin. 

Bahkan, dalam berbagai studi yang mereka lakukan, ditemukan bahwa kegiatan ekonomi yang berlangsung di negara-negara kaya seringkali justru menjadi sumber permasalahan bagi negara-negara yang berada dalam kondisi miskin.

Muncul ketimpangan mencolok dalam hal kekayaan dan pengaruh politik di antara negara-negara di dunia, yang kemudian memunculkan pertanyaan penting: mengapa begitu banyak negara tetap berada dalam keadaan tidak berkembang? 

Jawaban yang mengemuka adalah karena negara-negara tersebut belum memiliki arah kebijakan ekonomi yang sesuai. 

Lahirnya teori ketergantungan ini pun menjadi respons terhadap kegagalan teori Marxisme Ortodoks dalam menjelaskan situasi di kawasan Amerika Latin.

Menurut pandangan Marxis Ortodoks, negara-negara seperti yang ada di Amerika Latin perlu melewati tahapan revolusi borjuis ala revolusi industri sebelum bisa memasuki fase sosialisme proletariat. 

Namun, peristiwa Revolusi Tiongkok tahun 1949 serta Revolusi Kuba pada akhir 1950-an justru menginspirasi banyak intelektual di kawasan Amerika Latin. 

Kedua revolusi tersebut memperlihatkan bahwa negara-negara dunia ketiga tidak harus mengikuti jalur perkembangan yang sama seperti negara-negara Barat.

Model pembangunan yang diterapkan di Republik Rakyat Tiongkok dan Kuba dianggap menawarkan pendekatan yang lebih relevan, sehingga banyak pemikir radikal di Amerika Latin mulai meyakini bahwa negara-negara di kawasan tersebut sebenarnya memiliki peluang untuk memasuki fase revolusi sosialisme.

Pada akhir 1960-an, teori ketergantungan menyebar dengan cepat ke kawasan Amerika Utara, terutama melalui pemikiran Andre Gunder Frank. 

Di Amerika Serikat, teori ini disambut dengan antusias, terlebih karena kemunculannya bertepatan dengan munculnya generasi intelektual muda yang radikal. 

Saat itu, gelombang aktivisme tengah tumbuh pesat di kalangan mahasiswa dan akademisi sebagai bagian dari gerakan reformasi kampus.

Penyebaran teori ini semakin meluas karena didorong oleh berbagai gerakan sosial seperti aksi protes terhadap perang, perjuangan hak-hak perempuan, serta merebaknya konflik rasial di pertengahan 1960-an. 

Tidak hanya itu, fenomena seperti inflasi yang terus-menerus, melemahnya nilai tukar dolar AS, serta krisis kepercayaan terhadap kebijakan ekonomi negara pada awal 1970-an turut memperlemah keyakinan terhadap teori modernisasi, yang selama ini dianggap sebagai landasan moral utama pembangunan negara-negara berkembang.

Bentuk-bentuk Ketergantungan

1. Ketergantungan Kolonial

Jenis ketergantungan ini muncul pada masa penjajahan, ketika negara-negara pusat (kolonial) menguasai wilayah negara-negara pinggiran. 

Aktivitas utama dalam perekonomian wilayah pinggiran adalah mengekspor berbagai komoditas yang sangat dibutuhkan oleh negara-negara penjajah.

Hubungan antara penjajah dan masyarakat lokal bersifat eksploitatif, di mana kepentingan negara pusat selalu diutamakan. 

Dalam prosesnya, negara pusat tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi juga menanamkan modal secara langsung ataupun melalui kerja sama dengan pengusaha lokal yang menguntungkan pihak kolonial.

2. Ketergantungan Teknologi dan Industri

Ketergantungan ini dianggap sebagai bentuk baru dari ketergantungan internasional. Dalam bentuk ini, negara pinggiran tidak lagi sekadar menjadi eksportir bahan mentah seperti pada era kolonial. 

Sebaliknya, perusahaan-perusahaan multinasional dari negara maju mulai berinvestasi di negara-negara pinggiran. 

Meski terlihat bertujuan untuk mengembangkan industri lokal, investasi ini tetap dikendalikan demi memenuhi kepentingan negara pusat, khususnya dalam hal teknologi dan industrialisasi, sehingga tetap menciptakan ketergantungan struktural.

Pembagian Sistem Ekonomi Dunia

Menurut penjelasan dalam teori ketergantungan yang dikutip dari sumber kompas.com, negara-negara di dunia diklasifikasikan berdasarkan perannya masing-masing dalam sistem ekonomi global. 

Pertama, terdapat kelompok negara inti yang menguasai sektor industri maju. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis termasuk dalam kategori ini karena memiliki pengaruh besar dalam mengendalikan arah perekonomian dunia melalui kekuatan industri modern yang mereka miliki.

Kelompok kedua adalah negara-negara yang berada di sekitar inti. Meskipun tidak sekuat negara inti, mereka juga telah mengalami kemajuan industri yang signifikan.

Beberapa contoh negara dalam kategori ini adalah Swiss, Kanada, dan Belanda. Mereka memiliki perekonomian yang kuat, namun tidak dominan secara global seperti negara inti.

Selanjutnya, terdapat negara-negara yang berada di posisi pusat-pinggiran. Negara dalam kategori ini sedang dalam tahap pembangunan dan memiliki cadangan kekayaan yang cukup besar. 

Di antaranya adalah Indonesia, Brasil, India, dan Afrika Selatan. Negara-negara ini berada di tengah-tengah antara pusat kekuatan ekonomi dan negara-negara yang tertinggal.

Kategori terakhir mencakup negara-negara yang paling terpinggirkan dalam sistem ekonomi dunia. 

Negara-negara ini mengalami kesulitan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan taraf hidup masyarakatnya. Beberapa contohnya termasuk Zambia, El Salvador, dan Kamboja.

Penyebab Utama Terjadinya Ketergantungan

Dikutip dari kompas.com, terdapat tiga faktor utama yang menyebabkan negara-negara pinggiran sulit mengalami kemajuan ekonomi. Berikut penjelasannya:

Pembagian Kerja Internasional

Konsep pembagian kerja secara global (international division of labor) membuat negara-negara inti dan wilayah di sekitarnya menguasai sektor industri berteknologi tinggi. 

Negara-negara di sekitar pusat ekonomi berperan sebagai pendukung bagi kepentingan ekonomi negara-negara inti. 

Sementara itu, negara-negara pusat pinggiran dan yang paling terpinggirkan umumnya bertumpu pada sektor-sektor seperti pertanian, tenaga kerja murah, dan eksploitasi sumber daya alam. 

Negara pusat pinggiran bertugas memenuhi kebutuhan ekonomi negara inti dan wilayah sekitarnya. 

Adapun negara-negara yang paling terpinggirkan akan menjadi pelengkap dalam sistem ekonomi global, melayani semua negara yang memiliki posisi lebih tinggi dari mereka.

Stratifikasi Ekonomi Global

Kesenjangan ekonomi global atau perbedaan kelas antarnegara (class distinction) memperlihatkan bagaimana negara-negara di dunia dikelompokkan berdasarkan tingkat kemakmurannya. 

Negara-negara kaya biasanya saling bekerja sama demi mempertahankan dominasi dan memperbesar kekayaan mereka. 

Demi menjaga sistem yang menguntungkan, negara-negara ini cenderung memelihara struktur ketimpangan agar kekuasaan dan pengaruh mereka tetap bertahan.

Sistem Kapitalisme Dunia

Kapitalisme global merupakan bentuk sistem ekonomi liberal yang dibentuk dan dijalankan oleh negara-negara inti, terutama dalam aktivitas perdagangan dan sektor keuangan. 

Sistem ini memperlihatkan dominasi perusahaan multinasional dan institusi keuangan seperti bank internasional yang melayani kepentingan kalangan elite dari negara-negara pusat. 

Lembaga seperti Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (IMF) cenderung memprioritaskan kepentingan negara-negara maju dan kelompok berkuasa dalam struktur ekonomi dunia. 

Sebaliknya, negara-negara terpinggir kerap tidak mendapatkan akses yang adil terhadap pembangunan dan peluang. 

Dalam praktiknya, sistem ini justru memperparah eksploitasi terhadap negara-negara yang berada di posisi bawah dalam hierarki global.

Sebagai penutup, pengertian teori ketergantungan merujuk pada ketimpangan global, di mana negara berkembang terus terikat pada dominasi negara maju.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index