JAKARTA - Indonesia kini menatap masa depan yang jauh berbeda dari sebelumnya. Selama ini, negara ini dikenal sebagai pemasok bahan mentah seperti batu bara dan nikel ke pasar global. Namun, pemerintah kini punya visi baru: tidak sekadar menjual sumber daya alam mentah, melainkan mengembangkan industri baterai mobil listrik terintegrasi terbesar di Asia.
Kebijakan ini menjadi strategi penting untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam yang melimpah. Indonesia memegang cadangan nikel terbesar di dunia, bahan utama pembuatan baterai kendaraan listrik (EV). Dengan potensi ini, pemerintah tidak ingin hanya menjadi “tukang gali dan kirim” bahan mentah, tapi juga ingin menguasai rantai pasok baterai mulai dari penambangan, produksi baterai, hingga kendaraan listrik itu sendiri.
Lukmanul Arsyad dari PwC Indonesia menegaskan, “Kita ingin membangun rantai pasok EV yang terintegrasi, dari tambang hingga jadi baterai dan kendaraan listrik.” Ambisi ini didukung oleh fakta bahwa penjualan kendaraan listrik di Indonesia terus melonjak. Dalam laporan Electric Vehicle Sales Review Q1 2025 dari PwC, penjualan EV naik 43,4 persen dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya, dengan 27.616 unit terjual hanya dalam tiga bulan pertama 2025.
- Baca Juga Sentimen Positif Dorong Harga Minyak
Pertumbuhan pesat terlihat terutama pada kategori Battery Electric Vehicle (BEV) yang naik lebih dari 152 persen, serta Plug-in Hybrid (PHEV) yang melonjak hampir 45 persen. Tren ini menunjukkan masyarakat mulai beralih dari kendaraan berbahan bakar fosil ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Salah satu bukti nyata keseriusan Indonesia adalah Pameran Kendaraan Listrik Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2025 yang berlangsung dengan antusiasme besar dari pelaku industri otomotif. Dengan diikuti 143 peserta, acara ini menargetkan transaksi senilai Rp450 miliar. Pemerintah juga mendorong ekosistem EV melalui pembangunan infrastruktur seperti stasiun pengisian daya serta memberikan insentif pajak, termasuk pembebasan PPnBM 100 persen sepanjang tahun 2025, serta perpanjangan pembebasan PPN, membuat harga mobil listrik lebih terjangkau.
Target ambisius pemerintah mencakup produksi lokal 600.000 unit EV pada tahun 2030, serta 2 juta unit BEV yang beroperasi di jalanan Indonesia pada tahun yang sama. Selain itu, Indonesia menargetkan menjadi produsen baterai kendaraan listrik terbesar ketiga di dunia pada 2027 dan produsen stainless steel terbesar kedua dunia pada 2040.
Edy Junaedi, Deputi Kementerian Investasi, menyatakan bahwa Indonesia tidak hanya ingin menjadi pemasok nikel mentah, tetapi juga menjadi pemain utama dalam manufaktur baterai. “Masa depan industri otomotif dunia adalah EV. Indonesia ingin ambil bagian besar di situ. Bahkan mungkin memimpin di Asia,” tuturnya.
Meski pasar EV terus tumbuh, tantangan tetap ada. Pasar otomotif konvensional mengalami penurunan karena faktor seperti kenaikan PPN, suku bunga yang tinggi, dan ketidakpastian ekonomi global. Namun, tren beralih ke kendaraan listrik tetap positif dan semakin diperkuat oleh investasi asing serta kebijakan pemerintah yang mendukung.
Pangsa pasar EV dari total penjualan mobil di Indonesia meningkat dari 9 persen di 2023, menjadi 15 persen di 2024, dengan target mencapai 29 persen pada 2030. Ini menandakan perubahan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap teknologi ramah lingkungan.
Indonesia kini membuktikan diri di kancah global. Dari eksportir bahan mentah, kini bertransformasi menjadi industri bernilai tambah tinggi. Dalam 5-10 tahun ke depan, Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara seperti Tiongkok dan Korea Selatan sebagai kekuatan besar dalam industri baterai mobil listrik.
Dengan cadangan nikel terbesar dan semangat hilirisasi yang kuat, peluang besar terbuka lebar untuk mengokohkan posisi Indonesia sebagai raksasa baterai mobil listrik di Asia. Visi ini tidak hanya akan mengubah wajah industri nasional, tetapi juga membuka lapangan kerja baru, meningkatkan nilai ekonomi, dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Kebijakan dan investasi yang terfokus pada pengembangan ekosistem EV menjadi kunci utama untuk mencapai tujuan tersebut. Indonesia sudah berada di jalur yang tepat, dengan berbagai dukungan pemerintah dan sektor swasta yang saling bersinergi.