JAKARTA - Upaya menyeluruh untuk membangun kembali kepercayaan publik dan daya saing global sedang dijalankan oleh Garuda Indonesia. Di bawah pengelolaan Danantara Indonesia, maskapai pelat merah ini terus memacu transformasi besar-besaran, tak sekadar pada aspek keuangan, tetapi juga dalam membentuk sistem operasional yang lebih kuat, modern, dan berkelanjutan.
Transformasi ini menjadi bagian dari komitmen jangka panjang perusahaan, sebagaimana ditegaskan oleh Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria. Ia menjelaskan bahwa Garuda Indonesia kini telah memasuki fase baru yang akan menentukan arah masa depan perusahaan.
“Sebagai persero yang berada di bawah pengelolaan Danantara Indonesia, Garuda Indonesia kini memasuki fase transformasi menyeluruh,” ujar Dony saat menghadiri pertemuan awal bersama jajaran Direksi dan Komisaris Garuda Indonesia.
Langkah-langkah yang ditempuh tidak lagi terbatas pada restrukturisasi keuangan. Garuda Indonesia sedang mengembangkan strategi luas yang mencakup ekspansi rute, modernisasi armada, peningkatan layanan pelanggan, hingga integrasi teknologi untuk efisiensi operasional. Semua langkah ini diarahkan agar maskapai mampu kembali menjadi salah satu pemain penting dalam industri penerbangan nasional dan internasional.
Sebagai bentuk nyata dari restrukturisasi yang dimulai sejak 2021, Garuda Indonesia Group memperoleh suntikan dana segar sebesar Rp6,65 triliun dari Danantara. Dana ini digunakan untuk memperkuat modal dan menopang keberlanjutan usaha. Menariknya, Citilink Indonesia mendapatkan porsi terbesar yaitu Rp4,82 triliun, sedangkan Garuda Indonesia menerima Rp1,82 triliun.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani, menekankan bahwa restrukturisasi ini bukan sebatas pemulihan sementara. Ia menyebut langkah ini sebagai landasan penting dalam mengatur ulang fondasi perusahaan agar mampu berkembang dalam jangka panjang.
“Restrukturisasi penyehatan perusahaan ini menjadi bagian penyelamatan kinerja yang telah dilakukan pada tahun 2021–2023, yang berfokus pada pengelolaan kewajiban usaha, restrukturisasi komposisi armada, hingga pengelolaan beban usaha,” jelas Wamildan.
Dampak dari restrukturisasi yang dimulai sejak 2022 terlihat jelas pada posisi keuangan perusahaan. Garuda Indonesia berhasil menurunkan nilai kewajiban secara signifikan, membuka ruang gerak untuk memperkuat operasional, dan merencanakan ekspansi yang lebih agresif.
Transformasi jangka panjang dirancang dengan 11 inisiatif strategis hingga 2029. Salah satu target utamanya adalah menambah jumlah armada menjadi 120 pesawat. Armada ini akan didistribusikan ke dua maskapai utama dalam grup, yaitu Garuda Indonesia dan Citilink.
Tak hanya itu, perusahaan juga menargetkan pembukaan hingga 100 rute penerbangan baru. Fokus ekspansi diarahkan bukan hanya pada rute internasional, tetapi juga penguatan rute domestik yang selama ini menjadi tulang punggung transportasi udara nasional.
Upaya ini selaras dengan visi pemerintah dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan konektivitas antarwilayah, terutama untuk mendukung pertumbuhan sektor pariwisata dan mobilitas masyarakat.
Dalam mendukung strategi tersebut, Garuda Indonesia juga berkomitmen memperkuat ekosistem pendukung penerbangan. Kolaborasi antar lini usaha, penerapan digitalisasi, dan peningkatan kualitas pelayanan menjadi bagian dari prioritas. Perusahaan percaya bahwa melalui peningkatan pengalaman pelanggan dan efisiensi, daya saing Garuda Indonesia akan semakin kokoh di tengah persaingan global yang semakin ketat.
Sinyal pemulihan juga terlihat dari laporan kinerja keuangan Garuda Indonesia pada kuartal I 2025. Pendapatan tercatat mengalami kenaikan sebesar 1,63 persen, yakni mencapai USD 723,56 juta jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun pertumbuhan ini terbilang moderat, namun merupakan indikator positif bahwa arah pemulihan mulai terlihat.
Salah satu sumber pertumbuhan yang menonjol datang dari layanan charter atau penerbangan tidak berjadwal. Segmen ini mencatat lonjakan pendapatan sebesar 92,88 persen dibandingkan kuartal I tahun lalu. Layanan charter menjadi opsi fleksibel yang dimanfaatkan berbagai sektor, mulai dari korporasi hingga instansi pemerintah.
Secara operasional, Garuda Indonesia Group juga mencatat hasil yang menjanjikan. Dalam periode Januari hingga Maret 2025, total penumpang yang diangkut mencapai 5,13 juta orang. Dari jumlah tersebut, 2,65 juta merupakan pelanggan Garuda Indonesia, sementara sisanya 2,48 juta menggunakan layanan Citilink. Ini menandakan adanya pemulihan permintaan pasar yang cukup kuat pasca pandemi.
Transformasi menyeluruh yang tengah digalakkan membawa optimisme baru, tidak hanya bagi Garuda Indonesia tetapi juga industri penerbangan nasional secara keseluruhan. Dengan strategi terukur, kolaborasi lintas sektor, dan dorongan untuk terus meningkatkan kualitas layanan, Garuda Indonesia bersiap untuk kembali menjadi ikon kebanggaan bangsa yang mampu bersaing di kancah global.
Upaya bangkit dari keterpurukan finansial kini berpadu dengan langkah-langkah progresif menuju masa depan yang lebih adaptif, efisien, dan berorientasi pada keberlanjutan. Garuda Indonesia pun menatap horizon baru, lebih dari sekadar maskapai penerbangan—tetapi sebagai katalisator transformasi dalam industri transportasi udara nasional.