JAKARTA - Di balik kemilau panggung Liga Champions dan sorak-sorai Anfield, ada kisah hidup yang penuh kerja keras, kegigihan, dan ketulusan—itulah potret perjalanan karier Diogo Jota. Bagi banyak orang, ia adalah pahlawan di lapangan hijau. Tapi bagi mereka yang mengenalnya lebih dekat, Jota adalah pribadi yang sederhana, rendah hati, dan sangat mencintai sepak bola.
Kepergiannya dalam usia muda telah menyisakan duka mendalam, tak hanya bagi keluarga dan rekan setim, tetapi juga bagi dunia sepak bola yang kehilangan salah satu talenta paling bersinar dari generasi ini. Meski telah tiada, warisan perjuangannya tetap hidup.
Sosok Jota dikenal bukan hanya karena gol-gol pentingnya bagi Liverpool dan tim nasional Portugal, tetapi juga karena kisah perjuangan hidupnya yang luar biasa. Diogo Jota tidak tumbuh besar dari akademi ternama seperti banyak pemain Portugal lainnya. Ia memulai semuanya dari bawah, dari sebuah klub kecil yang bahkan mengharuskannya membayar untuk bermain.
- Baca Juga Kuliner Thailand Wajib di Coba
"Bukan saya yang bayar, tapi orang tua saya," kenangnya dalam sebuah wawancara tiga tahun lalu. "Di Portugal, keadaannya berbeda dengan di Inggris. Saya bermain di klub kecil, dan kami harus membayar bulanan untuk bisa bermain."
Bermula di Gondomar, langkah Jota mulai menanjak saat bergabung dengan Paços de Ferreira pada 2013. Di klub inilah bakatnya mulai diperhatikan. Pelatih Vasco Seabra menjadi salah satu saksi awal dari kerja keras dan semangat yang dimiliki Jota.
“Saya ingat mengirim email ke pelatih timnas U-19 saat itu,” ungkap Vasco. “Itu karena karakternya. Diogo adalah pribadi yang luar biasa. Saya bahkan belum bicara soal kemampuannya sebagai pemain karena itu sudah jelas. Tapi sebagai manusia, ia luar biasa.”
Bagi Vasco, Jota adalah tipe pemain yang langka—rendah hati dan selalu ingin belajar, bahkan saat sudah berada di level tinggi. Suatu ketika, ia pernah bertanya dari mana semangat dan rasa lapar itu berasal.
“Rasa lapar ini sudah ada sejak saya kecil. Sejak muda, saya tidak pernah bermain di tim besar. Beberapa teman saya masuk Porto atau Benfica. Saya juga pernah seleksi, tapi tidak lolos. Saya ini pemain bagus, tapi bukan yang terbaik,” jawab Jota.
Ketulusan dan kerja keras menjadi nilai utama dalam perjalanan kariernya. Bahkan ketika sudah berada di pusat perhatian sebagai bintang Premier League, ia tetap bersahaja. Saat menghadiri peluncuran sepatu baru di kantor pusat adidas di Stockport, ia menyempatkan waktu berbicara tentang karier dan keluarganya.
“Saya juga lagi nunggu FIFA 23 rilis. Saya suka banget game itu,” katanya. Ia memang jago dalam permainan tersebut, bahkan pernah menjuarai turnamen antar pemain Premier League saat pandemi. “Nggak ada lawan,” tambahnya sambil tersenyum.
Musim panas berikutnya menjadi titik penting. Jota pindah ke Inggris dan memperkuat Wolverhampton Wanderers. Di sana, ia langsung bersinar dengan mencetak 17 gol di musim perdananya, membawa Wolves menjuarai Championship dan promosi ke Premier League. Banyak yang awalnya meragukan pemain muda Portugal di liga Inggris, tapi Jota membuktikan dirinya.
Adaptasinya memang tidak instan. Namun pergantian posisi pada bulan Desember menjadi titik balik. Ia mencetak gol kemenangan melawan Chelsea dan hat-trick pertamanya di Inggris melawan Leicester. Gol-gol penting terus mengalir, termasuk ke gawang Manchester United dan Arsenal. Tak lama kemudian, performanya di kompetisi Eropa melawan Besiktas dan Espanyol kembali menunjukkan kualitasnya.
Ketajamannya menarik perhatian Liverpool. Transfernya sempat mengundang pertanyaan, terutama karena statusnya saat itu sebagai pemain pelapis di Wolves. Namun Liverpool tahu apa yang mereka cari.
“Kami berdiskusi cukup panjang dengan tim analisis video. Ia memang tidak bermain dalam formasi kami, tapi cara dia menafsirkan perannya sangat cocok dengan gaya Liverpool,” kata Ian Graham, mantan direktur riset Liverpool.
Bersama The Reds, Jota menjadi salah satu pemain penting. Ia mencetak 65 gol dalam 182 pertandingan dan membantu klub meraih semua gelar domestik. Meski sempat dilanda cedera, ia selalu muncul di momen-momen krusial.
Legenda Liverpool, Jamie Carragher, bahkan memujinya sebagai salah satu penyelesai akhir terbaik yang pernah dimiliki klub.
“Saya ingat saat Liverpool tertinggal 0-1 dari Nottingham Forest, lalu Jota masuk dari bangku cadangan dan menyamakan skor hanya 22 detik setelah masuk lapangan. ia mencetak gol kemenangan atas Everton di Derby Merseyside,” kenangnya.
Sayangnya, itu menjadi dua gol terakhir dalam kariernya yang masih sangat menjanjikan.
Kematian tragis Jota dalam kecelakaan mobil di Spanyol meninggalkan luka mendalam. Ia baru saja menikah dengan pasangan lamanya, Rute Cardoso, dan meninggalkan tiga anak. Cristiano Ronaldo, rekan setimnya di timnas Portugal, menyampaikan duka melalui media sosial.
"Ini tidak masuk akal. Baru saja kita bersama Tim Nasional, baru saja kamu menikah," tulis Ronaldo.
"Aku menyampaikan belasungkawa dan mendoakan mereka semua agar selalu kuat di dunia ini. Aku tahu kamu akan selalu bersama mereka. Beristirahatlah dalam damai Diogo Jota. Kami semua akan merindukanmu."
Dalam catatan hidupnya, Jota adalah contoh bagaimana ketekunan dan kerendahan hati bisa membawa seseorang ke puncak, bahkan dari titik paling bawah. Meski kariernya terhenti terlalu cepat, semangat dan inspirasi yang ia tinggalkan akan terus dikenang.