JAKARTA - Sulawesi Barat saat ini tengah menghadapi tantangan serius dalam sektor transportasi udara yang berdampak langsung terhadap laju pembangunan daerah. Ketua Pengurus Daerah Kagama Sulawesi Barat, Salman Dianda Anwar, menyoroti jadwal penerbangan yang tidak menentu sebagai salah satu hambatan utama dalam mempercepat proses pembangunan dan efektivitas koordinasi pemerintah daerah dengan pusat maupun stakeholder lainnya.
Dalam forum Musyawarah Daerah (Musda) II Kagama Sulawesi Barat, Salman menggambarkan kondisi penerbangan ke wilayah ini bak “puasa Daud”—istilah yang menggambarkan perjalanan yang datang dan pergi secara bergantian dan tidak konsisten. Situasi ini menyulitkan pemerintah daerah dalam merancang dan menjalankan agenda strategis, terlebih ketika harus menyambut kunjungan penting ataupun melakukan koordinasi yang memerlukan waktu tepat.
Menurut Salman, dampak dari ketidakteraturan jadwal penerbangan tersebut bukan hanya soal kenyamanan, melainkan mempengaruhi investasi dan kualitas pelayanan pemerintahan. “Ini tantangan nyata bagi pemerintah daerah, terutama saat harus menerima kunjungan strategis atau melakukan koordinasi ke pusat. Jadwal pesawat yang tidak menentu memengaruhi investasi dan efektivitas kerja pemerintahan,” jelasnya.
- Baca Juga BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem di Riau
Meski menghadapi kendala tersebut, Salman memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat, khususnya Pj Gubernur Dr. Suhardi Duka dan Wakil Gubernur Mayjen (Purn) Salim S. Mengga, atas inisiatif cepat mereka menggandeng Lion Air Group serta Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk mengatasi masalah keterisian kursi (load factor) penerbangan. Hal ini dianggap sebagai upaya positif yang mencerminkan geliat ekonomi daerah yang mulai membaik dan adanya harapan perbaikan dalam sistem transportasi udara.
Selain isu transportasi udara, Musda Kagama Sulawesi Barat juga memfokuskan perhatian pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi salah satu pilar utama pengembangan daerah ke depan. Dalam hal ini, kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) menjadi kunci untuk memperluas akses pendidikan tinggi bagi generasi muda Sulawesi Barat.
Salman mengungkapkan bahwa dengan adanya jalur afirmasi untuk 50 mahasiswa Sulawesi Barat yang diterima setiap tahun di UGM, daerah ini dapat mempersiapkan tenaga profesional yang lebih kompetitif dan mampu meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara signifikan. “Kalau 50 mahasiswa Sulbar diterima tiap tahun melalui jalur afirmasi di UGM, kita akan jauh lebih siap menghadapi masa depan yang kompetitif dan mampu mendongkrak Indeks Pembangunan Manusia (IPM),” tuturnya.
Penekanan tidak hanya berhenti pada pendidikan sarjana, tetapi juga pada pengembangan program pascasarjana. Targetnya adalah untuk mengirimkan sekitar 100 tenaga ahli pascasarjana selama lima tahun mendatang guna memperkuat kapasitas pemerintah daerah melalui skema beasiswa dan kerja sama pendidikan. Hal ini akan menjadi fondasi yang kokoh untuk kemajuan Sulawesi Barat di masa depan.
Gubernur Sulawesi Barat juga menekankan kebutuhan tenaga profesional khususnya di bidang teknologi informasi dan perencanaan pembangunan. Kerja sama yang terjalin dengan Fakultas Teknik UGM diarahkan untuk mencetak sekitar 250 talenta digital yang akan terhubung langsung dengan pemerintahan daerah, memperkuat digitalisasi dan inovasi di wilayah ini. “Targetnya, kita bisa mencetak 250 talenta digital yang langsung terkoneksi dengan pemerintah daerah. Ini akan menjadi kekuatan Sulbar di masa depan,” imbuh Salman.
Namun, keterbatasan akses penerbangan tetap menjadi kendala besar yang harus diantisipasi. Salman menegaskan bahwa setiap perjalanan untuk kegiatan nasional harus direncanakan dengan matang karena waktu dan biaya yang dibutuhkan cukup besar. “Untuk sekali pertemuan di Jakarta, butuh waktu tiga hari dan biaya tinggi. Jadi, setiap forum harus dimanfaatkan untuk melahirkan output nyata, utamanya dalam bidang pendidikan dan perencanaan pembangunan,” katanya.
Sementara itu, Ketua Panitia Musda II Kagama Sulbar, Firman Juang, menambahkan bahwa organisasi Kagama harus lebih dari sekadar komunitas alumni. Kagama diharapkan menjadi wadah yang inklusif dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat luas. “Kagama itu harus inklusif, bukan eksklusif. Ini rumah bersama yang harus berdampak. Kita ingin alumni UGM bersinergi untuk rakyat, daerah, dan negara,” ungkapnya.
Musyawarah Daerah II Kagama Sulawesi Barat yang digelar ini juga menjadi momentum penguatan kolaborasi antara alumni, pemerintah, akademisi, ormas, dan sektor swasta. Semua elemen ini harus bersinergi untuk membangun Sulawesi Barat yang lebih kompetitif, berpengetahuan, dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan masa depan.
Dalam keseluruhan, persoalan transportasi udara yang sulit dijangkau menjadi pengingat bahwa pembangunan daerah tidak bisa terlepas dari infrastruktur dasar yang memadai. Namun, dengan penguatan sumber daya manusia melalui pendidikan tinggi dan digitalisasi, serta upaya konkret dari pemerintah daerah, Sulawesi Barat memiliki peluang besar untuk bangkit dan berkembang menjadi daerah yang lebih maju dan sejahtera.