JAKARTA - Pengembangan energi panas bumi di Indonesia akan mengalami percepatan melalui revisi aturan pemerintah yang tengah digagas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Perubahan regulasi ini diharapkan mampu mengatasi hambatan yang selama ini menghambat pemanfaatan potensi panas bumi yang melimpah di tanah air. Langkah strategis utama yang akan diambil adalah digitalisasi proses lelang wilayah kerja panas bumi dan penyempurnaan skema insentif fiskal dan non-fiskal guna menarik minat investor.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Eniya Listiani Dewi menjelaskan, salah satu fokus utama dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi adalah pelaksanaan lelang secara digital. “Kami akan memasifkan lelang online. Jadi semua bisa akses, semua bisa melihat datanya, bisa melakukan upload dokumen lelang dan seterusnya seperti biasa secara online. Ini akan memudahkan kita semua,” kata Eniya dalam sebuah siaran langsung yang diunggah di kanal YouTube Dirjen EBTKE.
Digitalisasi ini bukan hanya bertujuan untuk kemudahan akses data dan proses administrasi bagi calon investor, tetapi juga diharapkan menciptakan sistem yang transparan dan efisien. Dengan cara ini, pemerintah ingin membuka peluang yang lebih luas dan adil bagi pelaku usaha untuk ikut serta dalam pengembangan panas bumi, sekaligus mendorong peningkatan daya saing industri.
- Baca Juga Sembako Jatim Alami Perubahan
Tak hanya soal lelang, revisi aturan juga akan menyentuh aspek insentif fiskal dan non-fiskal yang lebih menarik. Kementerian ESDM saat ini tengah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan guna merumuskan berbagai dukungan fiskal, termasuk kemungkinan pemberian insentif pajak. “Kajian ini akan digunakan sebagai rujukan dalam perumusan insentif,” ujar Eniya, yang menyebutkan bahwa kajian tersebut melibatkan Universitas Gadjah Mada dan fokus pada tingkat pengembalian investasi (IRR).
Pemerintah juga berencana mewajibkan PT PLN (Persero) membeli listrik hasil lelang maupun proyek yang ditugaskan kepada BUMN. Skema penugasan ini disesuaikan dengan regulasi baru Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN yang mengatur koordinasi antar lembaga seperti Danantara, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM.
Selain itu, revisi peraturan akan mencakup sejumlah aspek teknis dan strategis seperti prioritas dispatch untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), pengaturan ulang masa eksplorasi berdasarkan kriteria tertentu, penghitungan nilai ekonomi karbon, pengelolaan mineral ikutan, serta penanganan isu sosial dan jaminan pemulihan lingkungan pasca tambang.
Indonesia memiliki potensi panas bumi yang sangat besar, yaitu sekitar 40 persen dari total cadangan global atau setara dengan 23.765,5 megawatt (MW). Namun, pemanfaatan energi ini baru mencapai sekitar 11 persen dari total potensi yang ada. Sejak 2014, kapasitas terpasang hanya bertambah sekitar 1,2 gigawatt (GW), sehingga total kapasitas saat ini mencapai 2,6 GW. Beberapa PLTP yang sudah beroperasi antara lain Kamojang, Muara Laboh, Salak, Darajat, Ulubelu, Dieng, dan Sorik Marapi.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API), Julfi Hadi, menilai lambatnya perkembangan sektor ini disebabkan oleh model bisnis yang sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini. Ia mendorong pendekatan yang lebih progresif, terintegrasi, dan fokus pada penciptaan nilai tambah yang optimal. Julfi juga menekankan pentingnya staged development untuk mengurangi risiko eksplorasi sekaligus mempercepat pelaksanaan proyek menjadi tahap operasi komersial.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan mempercepat Commercial Operation Date (COD), Julfi juga mengusulkan penerapan teknologi baru seperti modular power plant, co-generation, dan electrical submersible pumps. Selain teknologi, menurutnya skema insentif yang menarik menjadi faktor penting untuk menekan biaya modal (capex) dan operasional (opex) bagi investor, sehingga dapat mempercepat investasi.
Di sisi infrastruktur, pembangunan jaringan transmisi listrik berskala besar atau supergrid juga menjadi kunci. Infrastruktur ini akan menjadi tulang punggung bagi pemanfaatan panas bumi sebagai penggerak utama transisi energi dan penguatan ketahanan energi nasional. Julfi yakin bahwa dengan terbangunnya jaringan transmisi ini, panas bumi dapat menjadi pilar utama dalam penyediaan energi bersih di Indonesia.
Dengan revisi regulasi yang menyeluruh ini, pemerintah berharap bisa membuka peluang lebih luas bagi investor, meningkatkan kecepatan pengembangan proyek panas bumi, serta memastikan pemanfaatan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan dapat berjalan optimal. Digitalisasi proses lelang dan insentif yang diperbarui diharapkan menjadi katalisator utama dalam percepatan transisi energi nasional.
Langkah-langkah ini sejalan dengan upaya global dan nasional untuk mengurangi emisi karbon serta memperkuat kemandirian energi Indonesia. Dengan potensi panas bumi yang besar, regulasi baru diharapkan mampu menjawab berbagai tantangan dan membuka jalan bagi pengembangan energi terbarukan yang lebih efektif dan berkelanjutan.