JAKARTA - Industri nikel di Indonesia sedang menghadapi era perubahan yang penting, terutama dalam hal penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan komitmennya untuk melibatkan sektor swasta sebagai motor utama dalam mendorong transformasi ESG di sektor ini. Langkah ini tidak hanya penting untuk keberlanjutan industri, tetapi juga untuk menjawab tantangan global dan menjaga daya saing nasional.
Dalam sebuah acara penting bertajuk Uncovering ESG Transformation in Indonesia's Nickel Mining Industry, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Hendra Gunawan, menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha swasta dalam memperkuat penerapan ESG di industri nikel. “Mari kita jadikan momentum ini sebagai penggerak transformasi ESG yang nyata dalam industri mineral Indonesia demi mendukung pembangunan berkelanjutan yang bermanfaat bagi generasi ini dan mendatang,” ujar Hendra dalam sesi diskusi yang digelar di Jakarta.
Indonesia dikenal memiliki sumber daya mineral yang melimpah, termasuk nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan besi. Kekayaan alam ini menjadi salah satu penopang utama pembangunan infrastruktur dan teknologi, terutama dalam mendukung transisi energi bersih. Hendra menguraikan bahwa Indonesia menyimpan cadangan nikel terbesar di dunia, dengan sekitar 5,3 miliar ton ore dan total sumber daya cadangan mencapai 18,5 miliar ton ore. Selain nikel, bauksit dan tembaga juga menjadi komoditas penting yang mendukung industri nasional.
Namun, kendati kekayaan mineral yang besar menjadi potensi besar, pengelolaannya tidak tanpa tantangan. Sebagian besar sumber daya mineral ini berada di wilayah timur Indonesia, yang menuntut perhatian khusus terkait pengelolaan lingkungan dan sosial yang bertanggung jawab. Di sisi lain, pasar nikel global juga mengalami dinamika yang kompleks, seperti tarif Amerika Serikat yang memengaruhi ekspor nikel primer dan ketegangan dagang di Timur Tengah yang berdampak pada harga komoditas ini. Stimulus ekonomi di China serta rencana konsumsi stainless steel turut memengaruhi permintaan dan harga nikel di pasar internasional.
“Kondisi ini menjadikan nilai kompetitif negara kita meningkat dengan mengelola tambang nikel yang lebih berkelanjutan, dan membangun hilirisasi dalam negeri lebih beragam untuk produk turunan nikel,” lanjut Hendra. Artinya, Indonesia harus mampu mengelola sumber daya mineralnya tidak hanya sebagai bahan mentah, tetapi juga mengembangkan industri pengolahan hilir untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah lebih tinggi.
Peran sektor pertambangan dalam perekonomian nasional juga sangat signifikan. Pada tahun 2024, sektor ini menyumbang penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mineral dan batu bara sebesar sekitar Rp140,46 triliun, serta menyerap tenaga kerja sekitar 340 ribu orang. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya transformasi industri pertambangan agar tetap memberikan kontribusi optimal terhadap ekonomi nasional.
Untuk menghadapi perubahan yang cepat dan ketidakpastian pasar global, sektor pertambangan, khususnya industri nikel, dituntut untuk menerapkan prinsip agility. Ini mencakup peningkatan responsif terhadap perubahan, perbaikan kualitas produk dan layanan, peningkatan kepuasan pelanggan, efisiensi tim, serta inovasi berkelanjutan. “Diharapkan industri nikel dapat bersifat agile, yaitu peningkatan responsif terhadap perubahan, peningkatan kualitas produk dan layanan, peningkatan kepuasan pelanggan, peningkatan efisiensi tim, dan peningkatan inovasi,” ujar Hendra.
Kementerian ESDM sendiri mengambil langkah aktif untuk menginisiasi berbagai program yang mendorong transformasi ESG, sekaligus mengajak pelaku industri swasta untuk ikut serta secara aktif. Pendekatan ini diharapkan tidak hanya menjaga kelangsungan bisnis, tetapi juga melindungi lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi tambang serta memperkuat tata kelola industri pertambangan secara keseluruhan.
Dalam konteks global, penerapan ESG menjadi salah satu standar penting yang semakin menjadi perhatian investor dan konsumen. Dengan mengedepankan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik, industri nikel Indonesia dapat lebih mudah mendapatkan dukungan dan investasi, sekaligus membuka peluang ekspor produk yang ramah lingkungan ke pasar internasional.
Upaya bersama antara pemerintah dan swasta dalam menggerakkan transformasi ESG ini diharapkan akan menjadikan industri nikel tidak hanya sebagai pilar ekonomi, tetapi juga contoh keberlanjutan yang dapat menginspirasi sektor pertambangan lain di Indonesia. Dengan demikian, pertambangan nikel akan mampu memberikan manfaat jangka panjang, tidak hanya bagi ekonomi, tetapi juga lingkungan dan masyarakat.
Momentum seperti acara Harita Nickel Journalism Award dan diskusi yang berlangsung menjadi salah satu wadah penting untuk memperkuat kesadaran, kolaborasi, dan inovasi dalam mendukung transformasi ESG. Kementerian ESDM berkomitmen untuk terus memfasilitasi dan mendorong inisiatif-inisiatif positif yang membawa perubahan nyata di lapangan.
Dengan dukungan penuh dari berbagai pihak, Indonesia berpeluang besar menjadi pelopor dalam pengembangan industri pertambangan berkelanjutan yang sejalan dengan agenda pembangunan nasional dan global. Transformasi ESG yang dijalankan secara konsisten dan terpadu akan memastikan bahwa sumber daya mineral yang melimpah dapat dimanfaatkan secara optimal dan bertanggung jawab, memberikan manfaat nyata bagi generasi sekarang dan yang akan datang.