JAKARTA - Kawasan Sudirman, Jakarta, belakangan menjadi sorotan karena munculnya tren baru yang tak biasa olahraga tengah malam. Sebuah video viral memperlihatkan sekelompok pria dan wanita berolahraga santai di kawasan tersebut sekitar pukul 00.00 WIB. Mereka mengenakan pakaian olahraga lengkap dan tampak berlari kecil di tengah suasana kota yang mulai lengang. Fenomena ini pun langsung menyulut perdebatan di kalangan warganet dan pakar kesehatan.
Banyak yang menyambut positif tren ini sebagai bentuk semangat hidup sehat, meskipun waktunya tidak lazim. Namun, tak sedikit pula yang mengkhawatirkan dampak aktivitas fisik di malam hari terhadap kualitas tidur dan kesehatan tubuh secara umum. Di tengah silang pendapat ini, muncul pandangan dari pakar kesehatan yang mencoba memberikan penjelasan yang seimbang.
Salah satu pendapat medis datang dari dr. Dion Haryadi, seorang dokter sekaligus certified nutrition and health coach. Ia menjelaskan bahwa olahraga malam sebenarnya tidak sepenuhnya salah, namun tetap harus memperhatikan beberapa hal penting, terutama soal waktu dan intensitas.
“Kalau ngomongin tentang olahraga di malam hari, National Sleep Foundation (NSF) itu memang tidak menyarankan olahraga yang terlalu berat intensitasnya di malam hari. Kalau bisa olahraganya itu dijarakin 1-2 jam sebelum kamu tidur dengan harapan tidurmu itu tidak terganggu,” terang dr. Dion, seperti yang disampaikan melalui akun Instagram miliknya @dionharyadi.
Menurut NSF yang dikutip dr. Dion, waktu terbaik untuk berolahraga di malam hari adalah saat tubuh masih punya cukup waktu untuk kembali ke kondisi tenang sebelum tidur. Idealnya, aktivitas yang dilakukan pun bersifat ringan dan menenangkan seperti yoga atau stretching, bukan olahraga kardio berat yang bisa memacu detak jantung terlalu tinggi.
Namun di sisi lain, dr. Dion juga menegaskan bahwa melakukan olahraga terlepas dari waktunya jauh lebih baik daripada tidak berolahraga sama sekali. Ia menyadari bahwa tidak semua orang memiliki jadwal fleksibel untuk beraktivitas fisik pada pagi atau sore hari.
“Ada sebagian masyarakat yang harus berangkat kerja sebelum matahari terbit dan baru pulang setelah matahari terbenam. Jadi dalam praktiknya dia cuma bisa olahraga di malam hari doang,” jelasnya.
Dengan demikian, fenomena olahraga tengah malam tidak sepenuhnya bisa dikritik secara negatif. Untuk sebagian orang, ini justru menjadi satu-satunya solusi untuk menjaga kesehatan di tengah rutinitas padat. Bahkan, menurut dr. Dion, ada juga individu yang justru merasa lebih nyenyak tidur setelah berolahraga.
“Memang NSF tidak menyarankan karena ada sebagian orang yang bisa terganggu tidurnya jika berolahraga terlalu dekat dengan waktu tidur. Tapi ada juga yang setelah berolahraga itu malah lebih enak boboknya. Yasudah gak papa, selama tidurnya tidak terganggu dan kesehatan tubuhnya tidak terganggu, yaudah,” imbuhnya.
Dalam keterangannya yang bersifat edukatif namun santai, dr. Dion juga menyisipkan sindiran halus bagi mereka yang terlalu banyak mengkritik tapi kurang aksi.
“Ingat sekali lagi, lebih baik berolahraga daripada cuma bisa nyinyir di sosmed,” ujarnya sambil bercanda.
“Eh salah, maksudnya, walaupun memang tidak terlalu disarankan olahraga yang terlalu berat, terlalu dekat dengan waktu tidur. Tapi itu masih lebih baik daripada tidak berolahraga sama sekali,” lanjutnya menekankan pentingnya tetap aktif secara fisik.
Bagi masyarakat yang memiliki pilihan waktu lebih fleksibel, dr. Dion menyarankan agar memilih waktu olahraga yang paling sesuai dengan ritme tubuh masing-masing. Menurutnya, setiap waktu punya kelebihan dan kekurangannya tersendiri.
“Lalu buat kamu yang memiliki opsi lebih banyak, memiliki privilege lebih untuk memilih waktu berolahraga, ya silakan pilih waktu yang lebih cocok untuk kamu. Di pagi, siang atau mungkin sore hari. Masing-masing ada plus minusnya juga kok. Semoga bermanfaat,” pungkasnya.
Di balik perbincangan soal jam olahraga ini, fenomena yang terjadi di Sudirman sebenarnya menunjukkan tingginya kesadaran masyarakat urban akan pentingnya menjaga kebugaran. Meski waktunya tak konvensional, keinginan untuk tetap sehat tetap patut diapresiasi, selama pelaksanaannya memperhatikan aspek keamanan dan kesehatan pribadi.
Fenomena olahraga tengah malam juga menjadi penanda gaya hidup baru masyarakat kota besar. Ketika siang hari penuh tekanan dan aktivitas, malam menjadi satu-satunya momen yang tersedia untuk diri sendiri, termasuk untuk berolahraga. Tentu saja, pilihan ini perlu disertai kesadaran akan batasan fisik dan dampaknya terhadap kualitas tidur.
Dengan penjelasan para pakar seperti dr. Dion Haryadi, masyarakat diharapkan bisa lebih bijak dalam memilih waktu olahraga tanpa perlu terjebak pada pro dan kontra yang tajam. Yang terpenting, aktivitas fisik tetap dilakukan secara konsisten dan disesuaikan dengan kebutuhan tubuh masing-masing.