JAKARTA - Kelangkaan gas elpiji 3 kilogram atau yang akrab disebut gas melon di Kabupaten Berau tengah menjadi persoalan serius bagi masyarakat. Pasokan terbatas dan harga yang terus naik membuat warga harus menghadapi tekanan tambahan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di tengah rutinitas memasak dan menjalankan usaha kecil, ketiadaan gas melon menjadi beban berat bagi banyak keluarga dan pelaku usaha mikro.
Keluhan Warga dan Media Sosial yang Ramai
Situasi ini banyak dikeluhkan oleh warganet melalui media sosial dan forum-forum daring lokal. Keluhan tersebut tidak hanya sebatas pada sulitnya mencari tabung gas, namun juga karena harga yang melonjak dari harga normal. Jika biasanya harga gas melon dijual di kisaran Rp33.000–Rp35.000 per tabung, dalam kondisi kelangkaan ini bisa mencapai Rp38.000.
Komentar dari warganet seperti yang diungkapkan oleh Supriani menjadi bukti keresahan masyarakat. “Gas tuh langka, udah gitu harganya naik,” tulisnya dalam sebuah forum Facebook lokal. Reaksi-reaksi semacam ini semakin menguatkan fakta bahwa kondisi tersebut bukan hanya terjadi di satu titik, tetapi menyebar di banyak wilayah di Berau.
- Baca Juga Kinerja Migas PHE Jaga Energi Nasional
Distribusi Terbatas Jadi Akar Masalah
Menurut para pedagang, persoalan utama bukan pada permintaan yang meningkat, melainkan pasokan dari agen yang dibatasi. Rahma, seorang agen tabung gas elpiji di kawasan Tanjung Redeb, mengatakan bahwa pengiriman gas melon hanya dilakukan 2 hingga 3 kali dalam sebulan. Pembatasan itu menyebabkan stok cepat habis, apalagi karena gas melon adalah jenis yang paling diminati masyarakat.
“Sebenarnya bukannya enggak ada, cuma memang stoknya terbatas karena kami pengirimannya itu dijatahkan hanya dua sampai tiga kali saja dalam satu bulan,” kata Rahma saat ditemui di toko agen miliknya. Rahma mengakui bahwa sudah dua hari terakhir stok benar-benar kosong dan ia belum mendapat kepastian kapan pasokan berikutnya akan tiba. Biasanya, kata dia, masyarakat harus menunggu hingga satu minggu untuk mendapatkan suplai baru.
Kelangkaan Rutin di Akhir Bulan
Hal senada juga disampaikan oleh Wiwit, pedagang tingkat pengecer yang mengungkapkan bahwa kekosongan stok gas 3 kg sering terjadi menjelang atau saat akhir bulan. “Sudah kosong sejak hari Jumat kemarin ya kak, karena memang kan akhir bulan. Kalau stoknya kami belum tahu lagi kapan, tapi memang biasanya harus nunggu lama,” jelas Wiwit.
Menurutnya, meski tabung gas 12 kg masih tersedia, minat masyarakat tetap tinggi pada gas 3 kg karena lebih terjangkau. Inilah yang menjadikan stok gas melon cepat habis. Dalam beberapa hari terakhir, Wiwit mengakui harga tabung gas 3 kg naik dari Rp35.000 menjadi Rp38.000.
Pedagang lain seperti Cincin juga mengamini kondisi tersebut. Ia menyebut kelangkaan ini sebagai situasi yang lumrah di akhir bulan, dan berharap pasokan akan kembali dalam waktu seminggu. “Wajar ya kosong, soalnya kan kemarin akhir bulan, nanti sekitar satu minggu akan ada stoknya lagi,” kata Cincin, yang menjual gas melon seharga Rp36.000 per tabung.
Tak Ada Tambahan Kuota, Pemerintah Daerah Hanya Awasi
Menanggapi kelangkaan ini, Pemerintah Kabupaten Berau melalui Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) meminta masyarakat untuk memahami keterbatasan pasokan. Kepala Bidang Bina Usaha dan Perdagangan Diskoperindag Berau, Hotlan Silalahi, menjelaskan bahwa pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk menambah kuota gas bersubsidi.
Menurut Hotlan, alokasi gas 3 kg untuk Berau merupakan kewenangan Pertamina yang langsung menyalurkannya ke agen dan subpenyalur. “Kita tidak bisa menambah permintaan kuota gas melon untuk Berau, karena dari Pertamina itu langsung disalurkan ke agen dan sub penyalur. Kita hanya bisa bantu mengawasi penyaluran itu,” terang Hotlan.
Artinya, pemerintah daerah hanya bisa bersikap reaktif dalam mengawasi distribusi dan tidak bisa mengambil langkah untuk menambah pasokan ketika terjadi lonjakan permintaan atau kekurangan mendadak.
Permintaan dan Pasokan Tidak Seimbang
Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan ini menjadi faktor utama penyebab kelangkaan. Gas 3 kg menjadi pilihan utama masyarakat menengah ke bawah karena harganya lebih terjangkau dibandingkan gas ukuran lain. Namun dengan pembatasan distribusi dan tidak adanya tambahan kuota, pasokan tidak mencukupi kebutuhan harian warga.
Apalagi menjelang akhir bulan atau saat musim tertentu ketika konsumsi meningkat, tekanan terhadap ketersediaan gas melon semakin tinggi. Bagi pelaku usaha kecil yang bergantung pada gas elpiji 3 kg untuk produksi makanan atau keperluan rumah tangga, situasi ini sangat merugikan.
Perlu Evaluasi dan Strategi Jangka Panjang
Meski sejauh ini pemerintah daerah hanya berwenang dalam pengawasan, kondisi berulang seperti ini perlu menjadi perhatian serius. Dibutuhkan sinergi antara pemerintah daerah dan pusat agar penghitungan kebutuhan dan alokasi gas subsidi benar-benar mencerminkan kebutuhan riil masyarakat.
Langkah antisipatif seperti data pemetaan konsumen utama gas melon, distribusi berbasis kupon digital, serta evaluasi mekanisme pengawasan bisa menjadi solusi jangka panjang agar kelangkaan serupa tidak terus terjadi.