Bank Indonesia

Bank Indonesia Uji Payment ID untuk Bansos

Bank Indonesia  Uji Payment ID untuk Bansos
Bank Indonesia Uji Payment ID untuk Bansos

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) tengah mengambil langkah strategis dalam memperbaiki mekanisme distribusi bantuan sosial (bansos) nontunai. Upaya ini ditandai dengan uji coba penggunaan sistem Payment ID, sebuah inovasi identitas digital berbasis data kependudukan, yang dijadwalkan akan dimulai pada momen penting peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Payment ID dikembangkan untuk menjawab tantangan utama dalam penyaluran bansos, yakni akurasi dalam mencocokkan rekening penerima dengan data kependudukan yang sah. Langkah ini diyakini menjadi pijakan awal menuju sistem penyaluran bantuan sosial yang lebih efisien dan transparan.

Fokus Uji Coba: Akurasi Penerima Bansos

Menurut Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, uji coba sistem ini akan difokuskan pada satu aspek utama, yakni pencocokan akurat antara rekening dan identitas penerima bantuan.

“Saat ini Payment ID masih dalam tahap uji coba/eksperimentasi untuk dapat digunakan pada satu use case tertentu saja yaitu membantu akurasi penyaluran bantuan sosial nontunai, yang akan dimulai prosesnya di 17 Agustus,” jelas Dicky.

Dengan pengujian awal tersebut, diharapkan bahwa setiap dana bantuan yang disalurkan benar-benar diterima oleh pihak yang berhak, sehingga menekan potensi penyaluran yang tidak tepat sasaran.

Apa Itu Payment ID?

Payment ID sendiri merupakan kode unik sepanjang sembilan karakter yang dirancang berdasarkan data Nomor Induk Kependudukan (NIK). Identitas digital ini bertindak sebagai penghubung berbagai akun keuangan seseorang, mulai dari rekening bank hingga dompet digital, ke dalam satu sistem terintegrasi yang dapat diverifikasi.

Sistem ini dirancang dengan pendekatan berbasis persetujuan (consent-based), yang artinya setiap informasi yang ingin diakses oleh pihak ketiga hanya dapat dilakukan setelah ada izin eksplisit dari pemilik data.

Dengan mekanisme seperti ini, BI memastikan bahwa sistem yang dikembangkan tidak hanya bertujuan untuk efisiensi, tetapi juga mengutamakan perlindungan privasi individu.

Komitmen pada Perlindungan Data Pribadi

Sejalan dengan semangat reformasi digital dan tata kelola data yang baik, BI menegaskan bahwa sistem Payment ID dirancang untuk mematuhi prinsip keamanan dan privasi, serta mengacu pada ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

“Oleh karenanya, pengembangan dan penggunaan data Payment ID dilindungi dan tunduk sepenuhnya pada kerahasiaan data individu sebagaimana diatur dalam UU PDP,” tegas Dicky.

Langkah ini menunjukkan bahwa digitalisasi sektor keuangan nasional tidak mengabaikan hak-hak dasar warga negara atas data pribadi mereka, sekaligus memastikan bahwa inovasi teknologi tidak menciptakan celah risiko baru di bidang keamanan data.

Pelengkap SLIK, Bukan Pengganti

Dalam menjawab berbagai pertanyaan terkait posisi sistem ini di ekosistem keuangan nasional, BI juga menegaskan bahwa Payment ID bukanlah pengganti Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) milik Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Justru sebaliknya, Payment ID dirancang sebagai pelengkap sistem yang sudah ada, guna memperkuat kemampuan lembaga keuangan dalam melakukan analisis profil risiko dan penilaian kelayakan kredit secara lebih terukur dan terverifikasi.

Kehadiran sistem ini diharapkan akan memperkaya data yang tersedia untuk pengambilan keputusan keuangan, tanpa mengganggu peran dan fungsi sistem yang telah dioperasikan sebelumnya.

Akses Data Lewat Infrastruktur Tertutup

Untuk menjamin keamanan dalam akses data, BI menetapkan bahwa seluruh permintaan informasi melalui Payment ID harus dilakukan melalui sistem tertutup, yakni Infrastructure Exchange Application (IAEA).

Platform ini memungkinkan lembaga keuangan mengajukan permintaan akses data kepada pemilik Payment ID. Setelah permintaan diajukan, pemilik data akan menerima notifikasi dan dapat memilih apakah ingin memberikan persetujuan atau menolak.

Jika disetujui, informasi seperti riwayat pembayaran atau profil keuangan dapat dibagikan dalam batasan tertentu sesuai persetujuan pemilik data.

Dengan demikian, kendali atas data tetap berada di tangan pengguna, dan proses akses dilakukan secara transparan serta sesuai regulasi.

Kolaborasi Lintas Lembaga untuk Validitas Data

Untuk memastikan akurasi dan validitas sistem ini, BI tidak bekerja sendiri. Lembaga ini menggandeng Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk memverifikasi data NIK yang digunakan dalam pembuatan Payment ID.

Selain itu, BI juga menjalin kemitraan dengan Badan Pusat Statistik (BPS) melalui sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Kolaborasi ini bertujuan untuk memadankan data sosial dan ekonomi, sehingga penerapan Payment ID tidak hanya akurat secara administratif, tetapi juga relevan secara konteks sosial dan ekonomi masyarakat.

Langkah Strategis Menuju Digitalisasi Bantuan Sosial

Inisiatif pengembangan Payment ID oleh BI menunjukkan bahwa digitalisasi bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal kepercayaan, transparansi, dan tata kelola yang kuat. Uji coba yang dimulai pada momen penting kemerdekaan ini menandai babak baru dalam upaya reformasi distribusi bansos yang selama ini menghadapi berbagai tantangan implementasi di lapangan.

Jika implementasi ini berjalan sukses, sistem Payment ID berpotensi untuk diterapkan lebih luas ke berbagai program sosial dan sektor keuangan lainnya. Termasuk mendukung program inklusi keuangan, pengelolaan subsidi, hingga integrasi layanan keuangan lintas platform dengan tetap menjaga hak privasi setiap individu.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index