JAKARTA - Kabar mengenai pemblokiran sementara sejumlah rekening pasif atau dormant oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di wilayah Solo Raya sempat menjadi perbincangan publik. Isu ini berpotensi memicu kekhawatiran akan terjadinya rush money atau penarikan dana besar-besaran oleh nasabah. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan kondisi tetap terkendali dan tidak ada gejala kepanikan.
Kepala OJK Solo, Eko Hariyanto, menegaskan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan signifikan yang menunjukkan adanya gejolak penarikan dana. “Aman-aman. Kami kemarin tidak ada pengaduan laporan terkait sifatnya rush,” ujarnya.
Dana Tetap Aman, Hanya Diblokir Sementara
Eko menjelaskan, pemblokiran rekening dormant dilakukan terhadap akun yang tidak melakukan transaksi dalam jangka waktu tertentu. Hal ini merupakan bagian dari prosedur pencegahan penyalahgunaan rekening, bukan berarti dana di dalamnya hilang atau dapat digunakan pihak lain.
“Umumnya, cukup menyetor Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu, rekening langsung dibuka kembali,” jelas Eko.
OJK juga telah mengimbau industri jasa keuangan untuk memberikan pemahaman kepada nasabah bahwa saldo di rekening yang diblokir tetap aman. Proses pemblokiran bersifat sementara dan dapat dibuka kembali setelah nasabah memenuhi syarat sederhana dari pihak bank.
Menurut Eko, kesadaran literasi keuangan masyarakat di wilayah Solo menjadi salah satu faktor penting yang membuat isu ini tidak berkembang menjadi kepanikan massal. “Alhamdulillah masyarakat atau nasabah di wilayah Solo ini sudah cerdas. Terutama sudah cerdas keuangan, tidak terpengaruh sampai dengan ingin melakukan rush,” tambahnya.
Peran OJK dan PPATK Berbeda
Kepala Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan 1 OJK Solo, Soni Prima Nugroho, menegaskan bahwa OJK dan PPATK memiliki kewenangan yang berbeda namun saling melengkapi.
OJK memiliki mandat menjalankan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) yang mewajibkan perbankan melaporkan transaksi tunai minimal Rp 500 juta atau transaksi mencurigakan ke sistem GoAML milik PPATK.
“Jika bank tidak melaporkan, sanksinya cukup besar, bisa persentase dari laba per tahun. Ini per transaksi, jadi kalau ada 100 transaksi tak dilaporkan, nilainya tinggal dikalikan,” ungkap Soni.
Di sisi lain, PPATK memiliki kewenangan penuh dalam melakukan analisis dan pemblokiran rekening sesuai dengan peraturan perundang-undangan. “Kajiannya seperti apa itu memang murni dari PPATK,” tegasnya.
Kewajiban Bank: CDD dan EDD
Selain kewajiban pelaporan, perbankan juga harus menjalankan prosedur Customer Due Diligence (CDD) untuk mengenali nasabahnya. Jika nasabah dinilai memiliki risiko tinggi atau termasuk kategori Politically Exposed Person (PEP), maka bank wajib melakukan Enhanced Due Diligence (EDD).
Proses EDD bertujuan memastikan bahwa sumber dana dan profil nasabah sesuai dengan ketentuan hukum serta tidak terkait aktivitas ilegal.
“Apa yang dilakukan OJK sampai dengan hari ini itu juga mendorong bank untuk tertib melakukan CDD, EDD, lapor ke PPATK melalui GoAML untuk transaksi mencurigakan maupun transaksi lain,” jelas Soni.
Pemblokiran Rekening Dormant: Proses dan Tujuan
Rekening dormant adalah rekening yang tidak mengalami transaksi dalam periode tertentu, biasanya 6 hingga 12 bulan, tergantung kebijakan bank. Pemblokiran dilakukan untuk mengurangi risiko penyalahgunaan, termasuk potensi digunakan sebagai sarana pencucian uang atau pendanaan terorisme.
Dalam praktiknya, dana di rekening tersebut tidak berkurang atau diambil pihak lain. Pemblokiran hanya membatasi penggunaan dana sampai nasabah melakukan konfirmasi dan pembaruan data ke bank. Proses pembukaan kembali biasanya mudah, cukup dengan setoran kecil atau verifikasi identitas.
Langkah ini sejalan dengan prinsip kehati-hatian yang diatur dalam ketentuan APU PPT, yang menuntut perbankan dan lembaga keuangan untuk proaktif mencegah tindak kejahatan keuangan.
Respons Publik yang Terkendali
Meski isu pemblokiran rekening seringkali menimbulkan kekhawatiran, di Solo Raya respons publik cenderung tenang. Hal ini menunjukkan efektivitas komunikasi yang dilakukan oleh OJK, bank, dan PPATK dalam menjelaskan proses serta tujuan kebijakan ini.
Edukasi literasi keuangan yang terus digalakkan juga berperan penting. Masyarakat semakin memahami bahwa kebijakan ini adalah bagian dari sistem keamanan perbankan, bukan ancaman terhadap dana mereka.
Sinergi Lembaga untuk Keamanan Sistem Keuangan
OJK dan PPATK menjalankan peran masing-masing dengan tujuan yang sama: memastikan sistem keuangan Indonesia tetap aman, bersih, dan terpercaya. OJK fokus pada pengawasan industri jasa keuangan dan kepatuhan bank, sementara PPATK bertanggung jawab dalam analisis transaksi keuangan dan tindakan pemblokiran bila diperlukan.
Keduanya saling melengkapi untuk mencegah kejahatan finansial yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Melalui mekanisme pelaporan, investigasi, dan pemblokiran rekening mencurigakan, potensi pencucian uang dan pendanaan terorisme dapat ditekan secara signifikan.
Pemblokiran rekening dormant oleh PPATK di Solo Raya menjadi contoh bahwa penerapan aturan ketat dalam industri keuangan tidak selalu menimbulkan kepanikan publik. Dengan komunikasi yang tepat, pemahaman masyarakat yang baik, dan sinergi antarlembaga, kebijakan ini justru memperkuat kepercayaan terhadap sistem perbankan.
OJK menegaskan bahwa saldo nasabah tetap aman dan proses pembukaan kembali rekening berlangsung mudah. Lebih dari sekadar prosedur administratif, langkah ini adalah bagian dari strategi besar dalam menjaga integritas dan keamanan sistem keuangan nasional.