JAKARTA - Permintaan tambahan anggaran yang diajukan sejumlah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan untuk tahun anggaran 2026 menuai perhatian tajam dari DPR RI. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR bersama Kemenkeu yang digelar pada Senin 14 JULI 2025, anggota dewan mempertanyakan konsistensi prinsip efisiensi yang selama ini dikedepankan kementerian tersebut.
Sorotan ini disampaikan langsung oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, yang mempertanyakan urgensi tambahan dana yang diajukan, mengingat narasi efisiensi menjadi landasan dalam berbagai kebijakan fiskal pemerintah, terutama sejak awal tahun.
“Dari awal tahun sudah bicara soal efisiensi. Tapi sekarang semua minta tambahan anggaran. Jadi sebenarnya efisiensi yang mana yang dijalankan?” ujar Dolfie dengan nada kritis saat memimpin jalannya rapat.
Menurutnya, total usulan tambahan anggaran dari enam direktorat jenderal dan satu badan layanan umum (BLU) Kemenkeu yang hadir dalam rapat tersebut mencapai sekitar Rp3,24 triliun. Angka itu belum termasuk pengajuan dari direktorat lainnya yang belum melakukan presentasi.
Semua Minta Tambahan, Di Mana Efisiensinya?
Dolfie menegaskan bahwa Komisi XI DPR tidak menolak permintaan tambahan anggaran, namun meminta adanya penjelasan mendalam dan argumentasi rasional, khususnya mengenai manfaat dan efisiensi alokasi tambahan tersebut. Baginya, efisiensi seharusnya berarti memaksimalkan capaian kinerja dengan sumber daya yang ada, bukan sekadar menambah beban fiskal.
“Kalau kita bicara efisiensi, itu artinya kita mengelola anggaran yang ada secara optimal. Bukan kemudian selalu minta tambah terus. Lalu kapan kita berhenti jadi birokrasi pemboros?” ujarnya menambahkan.
Ia menyebutkan bahwa dengan terus bertambahnya permintaan anggaran dari satuan kerja, terutama dari kementerian teknis yang mengelola keuangan negara, akan menimbulkan pertanyaan dari publik soal konsistensi pemerintah dalam menerapkan efisiensi dan pengendalian belanja negara.
Rincian Tambahan Anggaran
Dalam rapat tersebut, enam satuan kerja eselon I yang mempresentasikan permintaan tambahan anggaran antara lain berasal dari:
Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Direktorat Jenderal Anggaran
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
serta Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) sebagai BLU.
Total tambahan anggaran yang diminta mencapai sekitar Rp3,24 triliun, sebuah angka yang menurut Komisi XI sangat signifikan di tengah kondisi fiskal yang perlu dijaga stabilitasnya.
Anggota Komisi XI lainnya juga menyuarakan keprihatinan yang sama. Mereka mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran tahun sebelumnya dan meminta Kemenkeu memberikan penjabaran yang lebih terukur mengenai capaian kinerja dan indikator manfaat tambahan anggaran yang diusulkan.
Fokus DPR pada Efektivitas dan Prioritas
Dolfie menekankan bahwa alokasi anggaran tambahan seharusnya berdasarkan pada kebutuhan yang betul-betul mendesak, dan bukan sekadar rutinitas tahunan. Ia juga mengingatkan pentingnya mengukur efektivitas program yang berjalan, agar tidak terjadi tumpang tindih atau pemborosan anggaran.
“Komisi XI bukan tidak ingin mendukung kerja kementerian. Tapi kami ingin tahu, apakah tambahan Rp3 triliun itu betul-betul berdampak? Atau hanya untuk kegiatan rutin, studi, atau perjalanan dinas?” ucapnya.
Ia menyebutkan pentingnya indikator keberhasilan yang konkret dari setiap program yang dibiayai dengan tambahan anggaran. Tanpa metrik keberhasilan, DPR menilai akan sulit bagi publik maupun pengawas internal untuk menilai akuntabilitas anggaran negara.
Kementerian Keuangan Janjikan Transparansi
Menanggapi pertanyaan dan kritik yang dilontarkan anggota dewan, perwakilan Kemenkeu yang hadir dalam rapat menyatakan bahwa permintaan tambahan anggaran telah melalui kajian internal dan disesuaikan dengan kebutuhan strategis masing-masing unit.
Pihak Kemenkeu juga menekankan bahwa sebagian besar tambahan anggaran dialokasikan untuk program yang mendukung penguatan sistem administrasi keuangan negara, modernisasi teknologi informasi perpajakan dan kepabeanan, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
Namun demikian, pihak kementerian juga menyatakan siap memberikan penjelasan lanjutan secara rinci, termasuk memaparkan outcome dari setiap program yang diusulkan mendapat tambahan anggaran.
Keseimbangan Fiskal Jadi Perhatian
Permintaan tambahan anggaran oleh Kementerian Keuangan ini dinilai ironis oleh sebagian pengamat, mengingat kementerian ini adalah instansi yang kerap menekankan pentingnya keseimbangan fiskal dan pengendalian defisit anggaran.
Menurut ekonom dari INDEF, Bhima Yudhistira, permintaan tambahan yang signifikan justru menunjukkan bahwa kebutuhan belanja kementerian terus meningkat, meskipun pemerintah di sisi lain terus menekan defisit di bawah 3% dari PDB.
“Ini jadi ujian konsistensi. Kalau kementerian pengelola keuangan sendiri minta tambahan terus, bagaimana kementerian lain? Akan terjadi efek domino, semua minta lebih besar dari pagu awal,” ujar Bhima.
Ia menekankan pentingnya spending review secara menyeluruh di semua kementerian, untuk memastikan bahwa anggaran digunakan dengan efisien dan berdampak pada peningkatan pelayanan publik dan reformasi struktural.
Desakan tambahan anggaran dari Kementerian Keuangan memang menjadi persoalan pelik di tengah wacana efisiensi dan reformasi birokrasi. Wakil Ketua Komisi XI DPR, Dolfie Othniel Frederic Palit, mewakili suara publik yang mendambakan pengelolaan anggaran yang hemat, tepat sasaran, dan berdampak nyata.
Langkah selanjutnya menjadi tantangan bagi Kementerian Keuangan untuk membuktikan bahwa permintaan tambahan anggaran bukan semata-mata untuk memenuhi beban rutin, melainkan sebagai investasi strategis yang akan menguatkan struktur fiskal dan pelayanan publik secara menyeluruh.