JAKARTA - Dalam dinamika pasar otomotif yang tengah diramaikan oleh gempuran mobil listrik murah, terutama dari merek-merek raksasa seperti BYD, Jetour Indonesia memilih pendekatan berbeda di ajang Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025. Bukan dengan strategi banting harga, melainkan dengan memperkenalkan karakter kuat dan fitur yang relevan bagi konsumen melalui model terbarunya, Jetour X20e.
Di tengah hingar-bingar perhatian publik terhadap pengumuman mengejutkan dari BYD yang meluncurkan Atto 1 dengan harga di bawah Rp 200 juta, Jetour memperkenalkan X20e, sebuah mobil listrik kecil dengan tampilan yang mencolok dan futuristik. Warna ungu yang diusung membuat X20e langsung mencuri perhatian di lantai pameran GIIAS, apalagi pengunjung bisa melihat langsung atau bahkan menjajal performanya di area test drive, meskipun unit ini belum tersedia untuk dibeli.
Sementara Atto 1 dianggap menyenggol pasar mobil Low Cost Green Car (LCGC) bermesin bensin, Jetour menempuh jalur berbeda. Mereka tidak terburu-buru menjual, melainkan fokus pada tahapan studi mendalam sebelum memutuskan harga jual X20e di Indonesia. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Jetour memandang penetrasi pasar tidak hanya sebatas kompetisi harga, tapi lebih luas dari itu—yakni membangun persepsi nilai dan kesiapan jaringan pelayanan.
Moch Ranggy Radiansyah, Direktur Marketing Jetour Indonesia, menegaskan bahwa pihaknya tidak melihat harga sebagai satu-satunya kunci masuk ke pasar. Bagi Jetour, penting untuk menghadirkan produk yang menyatu antara fitur dan kebutuhan konsumen, serta mempersiapkan infrastruktur pendukung agar pelanggan merasa aman dan nyaman.
"Jadi banyak opsi untuk konsumen juga. Jetour tidak fokus hanya pada harga saja saat memperkenalkan produk. Kita ingin komprehensif, di mana produk menggunakan fitur sesuai kebutuhan konsumen, harga kompetitif, paralel dengan persiapan jaringan," jelas Ranggy.
Hal ini tentu menjadi strategi kontras dengan pendekatan beberapa kompetitor lain yang langsung masuk dengan harga murah. Di sisi lain, strategi Jetour ini bisa menjadi solusi jangka panjang yang berkelanjutan karena menyiapkan pasar dengan lebih matang. Tidak hanya sekadar menjual, tapi membangun ekosistem yang menyeluruh—mulai dari pengalaman pengguna, layanan purnajual, hingga kemudahan akses terhadap informasi dan suku cadang.
Ranggy juga menyatakan bahwa Jetour melihat perang harga sebagai dinamika pasar yang wajar, justru menjadi indikator bahwa industri otomotif listrik di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang baik. Konsumen diuntungkan karena mendapat lebih banyak pilihan, sementara produsen ditantang untuk lebih inovatif.
"Perang harga adalah dinamika dari pasar, yang menunjukkan pertumbuhan yang sehat," ungkapnya.
Bagi Jetour, kehadiran X20e di GIIAS bukan hanya ajang pamer teknologi, tetapi juga sebagai bentuk eksplorasi untuk menilai secara langsung respon pasar. Dengan desain yang unik dan fitur menarik, X20e diharapkan bisa menjadi pembeda di tengah persaingan yang semakin padat.
Meskipun belum resmi dijual, kehadiran Jetour X20e membuka peluang baru bagi konsumen yang mencari kendaraan listrik mungil dengan gaya dan karakter yang berbeda. Jetour juga terlihat serius dalam menyiapkan jaringan distribusi dan layanan purnajual yang mumpuni sebelum benar-benar meluncurkan produknya secara komersial di Indonesia.
Di sisi lain, GIIAS tahun ini memang menjadi panggung penting untuk membuktikan siapa yang paling siap menghadapi era elektrifikasi kendaraan. Beberapa merek bahkan sudah menyesuaikan harga khusus di pameran untuk bersaing langsung dengan pemain-pemain baru di segmen mobil listrik mini. Jetour, meski terhitung baru, mencoba mengambil posisi sebagai merek yang tidak hanya tampil mencolok secara visual, tapi juga memperhitungkan kualitas layanan dan kesiapan jangka panjang.
X20e sendiri membawa identitas desain yang kuat. Warna ungu yang tidak biasa dan bodi mungil yang kompak menjadi simbol keberanian Jetour dalam tampil beda. Ini tentu menjadi strategi branding yang menarik, terutama di segmen mobil listrik kecil yang mulai dipadati pemain besar seperti Wuling, Chery, hingga merek-merek dari Tiongkok lainnya.
Dengan semakin banyaknya pilihan dan strategi yang digunakan oleh masing-masing produsen, konsumen Indonesia kini berada di posisi yang sangat diuntungkan. Mereka bisa memilih mobil listrik yang sesuai dengan selera, kebutuhan, dan kemampuan finansial mereka, baik yang mengedepankan harga terjangkau maupun nilai tambah dari sisi layanan dan fitur.
Jetour X20e, meski masih dalam tahap studi, sudah menunjukkan potensi besar sebagai alternatif menarik di tengah persaingan ketat kendaraan listrik. Pendekatan Jetour yang tidak terburu-buru dan fokus pada pemahaman pasar serta pembangunan ekosistem kendaraan listrik yang matang bisa menjadi langkah cerdas dalam jangka panjang.
Jika strategi ini berhasil, bukan tidak mungkin Jetour bisa membangun loyalitas pelanggan dari awal, sekaligus menjadi salah satu pemain yang layak diperhitungkan di pasar EV Tanah Air. Untuk sekarang, publik hanya bisa menunggu langkah berikutnya dari Jetour—dan menilai apakah X20e bisa menjadi ikon baru mobil listrik mungil yang tak hanya unik dalam tampilan, tapi juga unggul dalam pengalaman berkendara.