JAKARTA - Dalam upaya membangun fondasi kuat untuk sepak bola Indonesia, Ketua Umum PSSI Erick Thohir menegaskan pentingnya keseragaman gaya bermain Timnas Indonesia dari level usia muda hingga senior. Ia menilai, memiliki ciri khas permainan yang konsisten merupakan langkah strategis untuk meningkatkan daya saing di kancah internasional, sekaligus menciptakan identitas yang membedakan Indonesia dari negara-negara lain.
Gagasan ini disampaikan Erick dalam wawancara bersama pengamat sepak bola Tanah Air, Binder Singh. Dalam kesempatan itu, Erick menekankan bahwa konsistensi pola permainan sejak level U-15 hingga senior akan membantu membangun mentalitas dan karakter bermain yang utuh.
"Pola permainan yang mau kita jaga ke depan konsisten dari U-17, bahkan U-15," kata Erick di kanal YouTube Bola Bung Binder.
Inspirasi Erick datang dari negara-negara besar yang telah berhasil mengembangkan gaya permainan khas yang diterapkan sejak kelompok usia muda. Negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Italia, Jerman, hingga Spanyol disebut sebagai contoh negara yang mampu mempertahankan filosofi bermain yang menjadi identitas nasional.
"Kalau Jepang bisa, banyak negara punya gaya main yang mereka punya, kenapa kita tidak bisa?" lanjut Erick. "Korea punya gaya main sendiri, Italia punya gaya main berbeda, Jerman beda, Spanyol beda, jadi kita harus cari."
Namun, Erick menegaskan bahwa pencarian gaya bermain khas Indonesia tidak bisa dilakukan secara instan. Butuh proses dan struktur yang mendukung, termasuk dalam hal kepelatihan dan pembinaan pemain. Salah satu strategi yang kini diterapkan oleh PSSI adalah memilih pelatih dari negara yang sama untuk menangani tim nasional di berbagai level usia.
Langkah ini bukan sekadar soal teknis, melainkan bagian dari pendekatan filosofis. Erick menyebut bahwa pelatih untuk Timnas U-20 hingga senior saat ini berasal dari Belanda, bukan karena ingin meniru total football khas negeri kincir angin, melainkan untuk menciptakan kesinambungan dalam metodologi pelatihan dan filosofi bermain.
"Ini menjadi kesempatan kita mencari dengan strata kepelatihan, strata tim nasional yang kita sedang bentuk," tambahnya.
Erick menggarisbawahi bahwa meskipun pelatih berasal dari Belanda, tidak berarti Timnas Indonesia akan mengadopsi total football secara utuh. Menurutnya, gaya bermain yang diterapkan tetap harus menyesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan para pemain Indonesia.
"Pasalnya, gaya main yang diterapkan tetap harus sesuai dengan kondisi dan kemampuan para pemain Indonesia," ujar Erick.
Eksperimen terhadap gaya bermain yang lebih fokus pada penguasaan bola atau ball possession mulai terlihat pada penampilan Timnas U-23 Indonesia. Di bawah asuhan pelatih Gerald Vanenburg, yang juga berasal dari Belanda, tim menunjukkan pendekatan bermain yang berupaya mengontrol bola di ASEAN Cup U-23 2025.
Namun, Erick mengakui bahwa pendekatan ini masih belum maksimal. Penguasaan bola yang tinggi belum sepenuhnya diimbangi dengan efektivitas dalam mencetak gol. Ia menyebut bahwa permainan yang ditampilkan belum sepenuhnya mencerminkan total football, melainkan pendekatan ball possession seperti yang dilakukan tim-tim seperti Spanyol dan Jepang.
"Apa yang dilakukan coach Gerald kemarin saya rasa bukan total football," ucap Erick. "Itu 'kan permainan ball possession yang kita lihat beberapa negara sudah adopsi, seperti Spanyol dan Jepang."
Bagi Erick, adopsi gaya bermain seperti ini merupakan bagian dari eksperimen yang harus dijalani sebagai proses pembentukan filosofi sepak bola nasional. Ia mengajak masyarakat dan pecinta sepak bola Indonesia untuk bersabar dan memberikan waktu agar filosofi ini dapat berkembang secara bertahap.
"Kita lagi mau coba adopsi, ini bukan salah dan benar, namanya juga lagi coba," tegasnya.
Lebih jauh, Erick menyadari bahwa gaya bermain Timnas U-23 saat ini masih terlihat monoton. Namun, ia meminta pengertian publik bahwa hal tersebut merupakan bagian dari tahapan membangun sistem bermain yang utuh dari bawah ke atas.
"Mungkin kadang-kadang terkesan monoton, tapi biar saja ini 'kan build up yang sedang dilakukan secara menyeluruh," katanya. "Makanya saya bilang perlu proses bukan bermaksud membela diri karena ini baru mulai terbentuk," tambah Erick.
Langkah ini sejalan dengan visi jangka panjang PSSI dalam meningkatkan kualitas sepak bola nasional. Dengan filosofi bermain yang seragam, diharapkan transisi pemain dari satu kelompok usia ke kelompok berikutnya bisa berjalan lebih mulus. Selain itu, pemain akan terbiasa dengan sistem bermain sejak usia dini, yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan konsistensi performa tim nasional secara keseluruhan.
PSSI juga menaruh perhatian terhadap pembentukan struktur pelatih yang mendukung visi ini. Pemilihan pelatih dari negara dengan sistem pembinaan sepak bola yang mapan diharapkan dapat membawa pendekatan baru, termasuk dalam hal metode latihan, manajemen pemain, dan pendekatan taktis.
Meskipun proses ini masih berada di tahap awal, upaya ini menjadi cerminan dari keseriusan PSSI dalam membangun pondasi yang kokoh bagi masa depan sepak bola Indonesia. Dengan komitmen Erick Thohir dan jajarannya, cita-cita untuk memiliki gaya bermain khas Indonesia bukan lagi sekadar wacana, melainkan sedang dibangun secara bertahap.