Sri Mulyani

Defisit APBN Triwulan I 2025 Mencapai Rp 104 Triliun, Sri Mulyani: Masih Sesuai Desain Pemerintah

Defisit APBN Triwulan I 2025 Mencapai Rp 104 Triliun, Sri Mulyani: Masih Sesuai Desain Pemerintah
Defisit APBN Triwulan I 2025 Mencapai Rp 104 Triliun, Sri Mulyani: Masih Sesuai Desain Pemerintah

JAKARTA - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengumumkan laporan terkait kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk Triwulan I 2025, yang mencatatkan defisit sebesar Rp 104 triliun atau sekitar 0,43 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun defisit ini terdengar besar, Sri Mulyani menegaskan bahwa angka tersebut tidak perlu menimbulkan kekhawatiran, karena sesuai dengan desain anggaran yang telah direncanakan pemerintah.

Defisit Tidak Perlu Dikhawatirkan

Dalam konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian Keuangan, Sri Mulyani menjelaskan bahwa defisit tersebut masih dalam batas yang wajar dan sesuai dengan target yang telah ditetapkan. “Defisit Rp 104,2 triliun ini artinya 16,2 persen dari target tahun ini. Jadi, ini masih sesuai dengan desain yang sudah ada,” ujar Sri Mulyani, menanggapi sejumlah pertanyaan mengenai kekhawatiran defisit yang besar.

Target defisit untuk APBN 2025 dipatok sebesar Rp 616,3 triliun atau sekitar 2,53 persen dari PDB. Angka defisit tersebut terjadi karena pemerintah memproyeksikan belanja negara yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan negara. Dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan total belanja negara sebesar Rp 3.621,3 triliun, sedangkan pendapatan negara diperkirakan sebesar Rp 3.005,1 triliun, yang berarti terdapat selisih kekurangan anggaran sebesar Rp 616,3 triliun.

Desain APBN yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi

Sri Mulyani juga menegaskan bahwa defisit yang terjadi dalam APBN 2025 merupakan bagian dari desain pemerintah yang bersifat countercyclical, yakni untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dalam situasi yang penuh tantangan. "Defisit Rp 616 triliun itu dirancang untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan akselerasi pembangunan nasional di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Meskipun demikian, defisit ini tetap terukur dan dilakukan secara hati-hati,” tambah Sri Mulyani.

Dalam kerangka ini, defisit yang tinggi dimaksudkan untuk memberikan ruang fiskal yang cukup bagi pemerintah untuk melakukan berbagai langkah strategis dalam memajukan pembangunan, mempercepat pemulihan ekonomi pasca-pandemi, serta mendukung berbagai program sosial yang menguntungkan masyarakat.

Kenaikan Pendapatan Negara dan Belanja yang Signifikan

Sri Mulyani juga memaparkan perkembangan positif dalam penerimaan negara pada Triwulan I 2025. Pendapatan negara tercatat mencapai Rp 516,1 triliun, yang merupakan 17,2 persen dari target tahunan. Menteri Keuangan mengungkapkan bahwa pada bulan Februari, pendapatan negara baru mencapai Rp 316,9 triliun, namun pada bulan Maret saja, pendapatan negara mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp 200 triliun.

"Kenaikan ini menggambarkan adanya percepatan dalam penerimaan negara. Kami terus berupaya untuk meningkatkan efisiensi dan memperluas basis penerimaan negara agar dapat memenuhi target yang telah ditetapkan,” kata Sri Mulyani.

Sementara itu, belanja negara pada periode yang sama juga mengalami lonjakan signifikan. Hingga akhir Maret, belanja negara tercatat mencapai Rp 620,3 triliun. Sebelumnya, pada Februari, belanja negara tercatat sebesar Rp 348,1 triliun. Dengan demikian, terjadi kenaikan belanja negara yang sangat signifikan pada bulan Maret.

Menurut Sri Mulyani, belanja pemerintah pada Maret saja telah mencapai Rp 202 triliun, sedangkan akumulasi belanja pemerintah pusat pada Januari dan Februari baru mencapai Rp 211 triliun. “Ini menunjukkan bahwa bulan Maret terjadi akselerasi belanja yang cukup besar. Hal ini penting dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang positif,” jelas Sri Mulyani.

Pentingnya Akselerasi Belanja Pemerintah

Menteri Keuangan menekankan bahwa percepatan belanja pemerintah sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung berbagai sektor, termasuk infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dalam APBN 2025, pemerintah telah merencanakan alokasi belanja yang lebih besar untuk sektor-sektor ini, terutama dalam rangka pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor strategis.

Pemerintah Indonesia juga terus mendorong peningkatan efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan anggaran, dengan harapan dapat memberikan dampak langsung bagi masyarakat dan sektor-sektor yang terdampak oleh situasi ekonomi global yang tidak menentu.

Keseimbangan Primer dan Defisit Anggaran

Salah satu aspek penting yang perlu dipahami terkait dengan defisit anggaran adalah konsep keseimbangan primer. Dalam desain APBN 2025, pemerintah menetapkan keseimbangan primer minus sebesar Rp 63,3 triliun. Menurut Sri Mulyani, angka defisit ini sudah dirancang secara hati-hati, dengan tujuan agar defisit tersebut tidak berdampak buruk pada stabilitas ekonomi jangka panjang.

"Saat melihat defisit, jangan langsung panik. Ini adalah bagian dari desain yang telah disusun melalui Undang-Undang Nomor 62 Tahun 2024. Keseimbangan primer yang minus 63,3 itu merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menjaga keseimbangan ekonomi dan mendukung program-program pembangunan yang berkelanjutan," tambah Sri Mulyani.

Harapan untuk Perekonomian yang Lebih Sehat

Meskipun defisit APBN Triwulan I 2025 tercatat cukup besar, Sri Mulyani memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah dirancang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat dan berkelanjutan. Pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan pendapatan negara, mengelola belanja dengan bijak, serta memastikan bahwa kebijakan fiskal yang diterapkan dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.

"Fokus utama kami adalah menjaga agar ekonomi tetap tumbuh, meskipun dengan defisit yang lebih tinggi di awal tahun. Dengan desain yang hati-hati, kami yakin bahwa APBN 2025 akan mendukung tujuan jangka panjang pemerintah untuk membangun ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan," tutup Sri Mulyani.

Dengan adanya penjelasan ini, masyarakat dapat lebih memahami bahwa meskipun terjadi defisit yang signifikan pada Triwulan I, hal tersebut masih berada dalam koridor yang telah direncanakan dan tidak perlu menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan. Pemerintah terus berupaya menjaga keseimbangan antara belanja dan pendapatan untuk memastikan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan di tengah ketidakpastian global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index